DASAR HUKUM & OPERASIONAL LPM /LKMD
> KEPRES 28/1980 TENTANG PENYEMPUNAAN DAN PENINGKATAN FUNGSI LSD MANJADI
LKMD
> DEKLARASI BANDUNG 21 JULI 2000
> SURAT EDARAN MENDAGRI 414.3/1502/TGL 9 OKT 2000
TENTANG TINDAK LANJUT TEMU NASIONAL LKMD
> KEPRES 49/2001,PENATAAN LKMD/SEBUTAN LAIN,TGL10.APRIL
2001
> SURAT EDARAN MENDAGRI NO.414.2/838/PMD TGL,9 MEI 2001 TENATANG KEPRES 49/2001 TENTANG PENATAAN LKMD ATAU SEBUTAN LAIN
>UU.NO. 32 /2004 TENTANG PEMERINTAHAN
DAERAH ,PASAL 127,211 DAN PENJELASANNYA
>PP.NO.72/2005 TENTANG PENATAAN
LEMBAGA DESA
> PP.NO.73/2005 TENTANG
PENATAAN LEMBAGA KELURAHAN
> PERMENDAGRI.NO.5/2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN
>SURAT EDARAN MENDAGRI NO.414/560/PMD ,1/2/2011
TENTANG PENGUATAN LEMBAGA PEMEBRDAYAAN MASYARAKAT (LPM)
> AD/ART MUNAS 2 LPM 2010
_________________________________________________________________________________
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
KEPRES 49 TAHUN 2001 TENTANG LKMD ATAU SEBUTAN LAIN
MEMUTUSKAN :
Menetapkan
:
KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENATAAN LEMBAGA KETAHANAN MASYARAKAT DESA ATAU SEBUTAN LAIN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
BAB II
LEMBAGA KETAHANAN MASYARAKAT DESA
ATAU SEBUTAN LAIN
(2) Masyarakat Desa dan Kelurahan dapat menggunakan nama LKMD atau sebutan lain sesuai kesepakatan masyarakat dengan melakukan penyesuaian.
(3) Tata cara pembentukan dan susunan organisasi LKMD atau sebutan lain ditentukan sesuai dengan kebutuhan masyarakat Desa dan Kelurahan berdasarkan musyawarah masyarakat.
(4) Pengurus LKMD atau sebutan lain dipilih secara demokratis dari anggota masyarakat yang mempunyai kemauan, kemampuan, dan kepedulian dalam upaya pemberdayaan masyarakat.
(5) Masa bakti Pengurus LKMD atau sebutan lain ditetapkan berdasarkan kesepakatan masyarakat.
BAB III
TUGAS DAN FUNGSI
BAB IV
RUKUN TETANGGA ATAU SEBUTAN LAIN
BAB V
RUKUN WARGA ATAU SEBUTAN LAIN
BAB VI
HUBUNGAN KERJA
(2) Hubungan LKMD atau sebutan lain dengan lembaga atau organisasi kemasyarakatan lainnya, RT atau sebutan lain, dan RW atau sebutan lain, bersifat konsultatif dan kerjasama yang saling menguntungkan.
(3) Hubungan LKMD atau sebutan lain antar Desa dan Kelurahan bersifat kerjasama dan saling membantu setelah mendapat persetujuan dari Pemerintah Desa dan Kelurahan.
BAB VII
SUMBER DANA
BAB VIII
FASILITAS
BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 April 2001
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ABDURRAHMAN WAHID
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Peraturan Perundang - undangan II,
ttd
Edy Sudibyo
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
_________________________________________________________________________________
DEKLARASI BANDUNG
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
KEPRES 49 TAHUN 2001 TENTANG LKMD ATAU SEBUTAN LAIN
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 49 TAHUN 2001
NOMOR 49 TAHUN 2001
TENTANG
PENATAAN LEMBAGA KETAHANAN MASYARAKAT
DESA
ATAU SEBUTAN LAIN
ATAU SEBUTAN LAIN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
:
a.
bahwa Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa
sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 1980 tentang
Penyempurnaan dan Peningkatan Fungsi Lembaga Sosial Desa menjadi Lembaga
Ketahanan Masyarakat Desa tidak sesuai lagi dengan semangat Otonomi Daerah,
oleh karena itu perlu ditata kembali sesuai dengan kebutuhan Desa dan
Kelurahan;
b.
bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada
huruf a, dipandang perlu menetapkan Keputusan Presiden tentang Penataan Lembaga
Ketahanan Masyarakat Desa atau Sebutan Lain;
Mengingat
:
1.
Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;
2.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
3.
Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);
4.
Undang-undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Propinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3878);
MEMUTUSKAN :
KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENATAAN LEMBAGA KETAHANAN MASYARAKAT DESA ATAU SEBUTAN LAIN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
Keputusan Presiden ini, yang dimaksud dengan :
1.
Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa selanjutnya
disingkat LKMD atau sebutan lain adalah wadah yang dibentuk atas prakarsa
masyarakat sebagai mitra Pemerintah Desa dan Pemerintah Kelurahan dalam
menampung dan mewujudkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat di bidang
pembangunan.
2.
Pengertian Desa dan Kelurahan adalah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999.
3.
Rukun Tetangga selanjutnya disingkat RT atau
sebutan lain adalah lembaga yang dibentuk melalui musyawarah masyarakat
setempat dalam rangka pelayanan pemerintahan dan kemasya-rakatan yang
ditetapkan oleh Desa dan Kelurahan.
4.
Rukun Warga selanjutnya disingkat RW atau
sebutan lain adalah lembaga yang dibentuk melalui musyawarah pengurus RT di
wilayah kerjanya yang ditetapkan oleh Desa dan Kelurahan.
BAB II
LEMBAGA KETAHANAN MASYARAKAT DESA
ATAU SEBUTAN LAIN
Pasal 2
(1)
Penggunaan nama LKMD atau sebutan lain ditetapkan oleh masyarakat sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi sosial budaya masyarakat.(2) Masyarakat Desa dan Kelurahan dapat menggunakan nama LKMD atau sebutan lain sesuai kesepakatan masyarakat dengan melakukan penyesuaian.
(3) Tata cara pembentukan dan susunan organisasi LKMD atau sebutan lain ditentukan sesuai dengan kebutuhan masyarakat Desa dan Kelurahan berdasarkan musyawarah masyarakat.
(4) Pengurus LKMD atau sebutan lain dipilih secara demokratis dari anggota masyarakat yang mempunyai kemauan, kemampuan, dan kepedulian dalam upaya pemberdayaan masyarakat.
(5) Masa bakti Pengurus LKMD atau sebutan lain ditetapkan berdasarkan kesepakatan masyarakat.
BAB III
TUGAS DAN FUNGSI
Pasal 3
LKMD
atau sebutan lain mempunyai tugas :
a.
menyusun rencana pembangunan yang
partisipatif;
b.
menggerakkan swadaya gotong royong
masyarakat;
c.
melaksanakan dan mengendalikan pembangunan.
Pasal 4
Dalam
melaksanakan tugasnya, LKMD atau sebutan lain mempunyai fungsi :
a.
penanaman dan pemupukan rasa persatuan dan
kesatuan masyarakat Desa dan Kelurahan;
b.
pengkoordinasian perencanaan pembangunan;
c.
pengkoordinasian perencanaan lembaga
kemasyarakatan;
d.
perencanaan kegiatan pembangunan secara
partisipatif dan terpadu;
e.
penggalian dan pemanfaatan sumber daya
kelembagaan untuk pembangunan di Desa dan Kelurahan.
BAB IV
RUKUN TETANGGA ATAU SEBUTAN LAIN
Pasal 5
Di
Desa dan Kelurahan dapat dibentuk RT atau sebutan lain sesuai dengan kebutuhan
masyarakat yang ditetapkan oleh Desa dan Kelurahan.
Pasal 6
RT
atau sebutan lain mempunyai tugas :
a.
membantu menjalankan tugas pelayanan kepada
masyarakat yang menjadi tanggung jawab Pemerintah;
b.
memelihara kerukunan hidup warga;
c.
menyusun rencana dan melaksanakan pembangunan
dengan mengembangkan aspirasi dan swadaya murni masyarakat.
Pasal 7
Dalam
melaksanakan tugasnya, RT atau sebutan lain mempunyai fungsi :
a.
pengkoordinasian antar warga;
b.
pelaksanaan dalam menjembatani hubungan antar
sesama anggota masyarakat dengan Pemerintah;
c.
penanganan masalah-masalah kemasyarakatan
yang dihadapi warga.
BAB V
RUKUN WARGA ATAU SEBUTAN LAIN
Pasal 8
Di
Desa dan Kelurahan dapat dibentuk RW atau sebutan lain sesuai dengan kebutuhan
masyarakat yang ditetapkan oleh Desa dan Kelurahan.
Pasal 9
RW
atau sebutan lain mempunyai tugas :
a.
menggerakkan swadaya gotong royong dan
partisipasi masyarakat di wilayahnya;
b.
membantu kelancaran tugas pokok LKMD atau
sebutan lain dalam bidang pembangunan di Desa dan Kelurahan.
Pasal 10
Dalam
melaksanakan tugasnya, RW atau sebutan lain mempunyai fungsi :
a.
pengkoordinasian pelaksanaan tugas RT atau
sebutan lain di wilayahnya;
b.
pelaksanaan dalam menjembatani hubungan antar
RT atau sebutan lain dan antar masyarakat dengan Pemerintah.
BAB VI
HUBUNGAN KERJA
Pasal 11
(1)
Hubungan LKMD atau sebutan lain dengan Pemerintah Desa dan Kelurahan dalam
bentuk kerja sama menggerakkan swadaya gotong royong masyarakat dalam
melaksanakan pembangunan partisipatif dan berkelanjutan.(2) Hubungan LKMD atau sebutan lain dengan lembaga atau organisasi kemasyarakatan lainnya, RT atau sebutan lain, dan RW atau sebutan lain, bersifat konsultatif dan kerjasama yang saling menguntungkan.
(3) Hubungan LKMD atau sebutan lain antar Desa dan Kelurahan bersifat kerjasama dan saling membantu setelah mendapat persetujuan dari Pemerintah Desa dan Kelurahan.
BAB VII
SUMBER DANA
Pasal 12
Sumber
dana LKMD atau sebutan lain, RT atau sebutan lain, dan RW atau sebutan lain
dapat diperoleh dari:
a.
bantuan Pemerintah Desa;
b.
bantuan Pemerintah Kabupaten/Kota;
c.
bantuan Pemerintah Propinsi;
d.
bantuan Pemerintah;
e.
bantuan lainnya yang sah.
BAB VIII
FASILITAS
Pasal 13
Pemerintah,
Pemerintah Propinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota memfasilitasi tumbuh dan
berkembangnya LKMD atau sebutan lain melalui pemberian pedoman, bimbingan,
pelatihan, arahan, dan supervisi.BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 14
Pedoman
pembentukan, tata cara pemilihan pengurus, hak dan kewajiban, tugas dan fungsi,
masa bakti, syarat-syarat menjadi pengurus, musyawarah anggota, keuangan dan
kekayaan LKMD atau sebutan lain, RT atau sebutan lain dan RW atau sebutan lain
diatur melalui Peraturan Daerah Kabupaten untuk dituangkan dalam Peraturan
Desa, dan bagi LKMD atau sebutan lain, RT atau sebutan lain, dan RW atau
sebutan lain di Kelurahan diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 15
Dengan
berlakunya Keputusan Presiden ini, maka Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 28 Tahun 1980 tentang Penyempurnaan dan Peningkatan Fungsi Lembaga Sosial
Desa menjadi Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 16
Ketentuan
peraturan perundang-undangan yang bertentangan dan tidak sesuai dengan
Keputusan Presiden ini diadakan penyesuaian.
Pasal 17
Keputusan
Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 April 2001
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ABDURRAHMAN WAHID
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Peraturan Perundang - undangan II,
ttd
Edy Sudibyo
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 32
TAHUN 2004
TENTANG
PEMERINTAHAN DAERAH
Pasal 127
(1) Kelurahan dibentuk di wilayah
kecamatan dengan Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
(2) Kelurahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dipimpin oleh lurah yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh
pelimpahan dari Bupati/Walikota.
(3) Selain tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) lurah mempunyai tugas:
a.
pelaksanaan kegiatan pemerintahan kelurahan;
b.
pemberdayaan masyarakat;
c.
pelayanan masyarakat;
d.
penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum; dan
e.
pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum.
(4) Lurah sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul Camat dari pegawai negeri
sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Lurah bertanggung jawab kepada
Bupati/Walikota melalui Camat.
(6) Lurah dalam melaksanakan
tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibantu oleh perangkat kelurahan.
(7) Perangkat kelurahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) bertanggung jawab kepada Lurah.
(8) Untuk kelancaran
pelaksanaan tugas Lurah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat dibentuk
lembaga lainnya sesuai dengan kebutuhan yang ditetapkan dengan Perda.
(9) Pelaksanaan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan
ayat (7) ditetapkan dengan peraturan bupati atau walikota sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
PENJELASAN
Pasal 127
Ayat (1)
(1) Kelurahan adalah wilayah kerja
Lurah sebagai perangkat daerah kabupaten/kota dalam wilayah kerja kecamatan.
Ayat (2)
Cukup
jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Yang dimaksud dengan
lembaga lain dalam ayat ini adalah lembaga kemasyarakatan seperti Rukun
Tetangga, Rukun Warga, PKK, Karang Taruna, dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat. (LPM)
Ayat (9)
Cukup jelas
Bagian Keempat
Lembaga Lain
Pasal 211
(1)
Di desa dapat dibentuk lembaga kemasyarakatan yang ditetapkan dengan
peraturan desa dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
(2)
Lembaga kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas membantu
pemerintah desa dan merupakan mitra dalam memberdayakan masyarakat desa.
PENJELASAN
Pasal 211
Ayat (1)
Cukup
jelas
Ayat (2)
Yang
dimaksud dengan lembaga kemasyarakatan desa dalam ketentuan ini seperti: Rukun
Tetangga, Rukun Warga, PKK, karang taruna, lembaga pemberdayaan masyarakat.(LPM)
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
====================================================================================
DESA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
====================================================================================
PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 72 TAHUN 2005
NOMOR 72 TAHUN 2005
TENTANG
DESA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,
Menimbang : bahwa
untuk melaksanakan ketentuan Pasal 216 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang 'Nomor 32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4493) yang telah
ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4548), per-1u ditetapkan Peraturan Pemerintah Tentang Desa;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 38,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4493) yang telah ditetapkan
dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548).
MEMUTUSKAN :
Menetapkan
: PERATURAN
PEMERINTAH TENTANG DESA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1.
Pemerintah pusat, selanjutnya disebut
Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia;
2.
Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati,
atau Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah;
3.
Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan
urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
4.
Kecamatan adalah wilayah kerja camat sebagai
perangkat daerah kabupaten dan daerah kota.
5.
Desa atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang
diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
6.
Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan
urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan
adat istiadat setempat yang diakui
dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
7.
Pemerintah Desa atau yang disebut dengan nama
lain adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan desa.
8.
Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut
dengan nama lain, selanjutnya disingkat BPD, adalah lembaga yang merupakan
perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan desa.
9.
Lembaga Kemasyarakatan atau yang disebut
dengan nama lain adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan
kebutuhan dan merupakan mitra pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat.
10.
Dana perimbangan adalah pengertian
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah.
11.
Alokasi Dana Desa adalah dana yang
dialokasikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota untuk desa, yang bersumber dari
bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh
Kabupaten/Kota.
12.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
selanjutnya disingkat APB Desa adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan
desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Desa dan BPD, yang
ditetapkan dengan Peraturan Desa.
13.
Peraturan Daerah adalah Peraturan Daerah
Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
14.
Peraturan Desa adalah peraturan
perundang-undangan yang dibuat oleh BPD bersama Kepala Desa.
15.
Pembinaan adalah pemberian pedoman, standar
pelaksanaan, perencanaan, penelitian, pengembangan, bimbingan, pendidikan dan
pelatihan, konsultasi, supervisi, monitoring, pengawasan umum dan evaluasi
pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan desa.
16.
Menteri adalah Menteri Dalam Negeri.
BAB II
PEMBENTUKAN DAN PERUBAHAN STATUS DESA
PEMBENTUKAN DAN PERUBAHAN STATUS DESA
Bagian
Pertama
Pembentukan
Pembentukan
Pasal 2
(1)
Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan
memperhatikan asal-usul desa dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.
(2)
Pembentukan desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) barns memenuhi syarat :
a.
jumlah penduduk;
b.
luas wilayah;
c.
bagian wilayah kerja;
d.
perangkat; dan
e.
sarana dan prasarana pemerintahan.
(3)
Pembentukan desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat berupa penggabungan beberapa desa, atau bagian desa yang bersandingan, atau pemekaran dari satu desa
menjadi dua desa atau lebih, atau pembentukan desa di luar desa yang
telah ada.
(4)
Pemekaran dari satu desa menjadi dua desa
atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan setelah mencapai
paling sedikit 5 (lima) tahun penyelenggaraan pemerintahan desa.
(5)
Desa yang kondisi masyarakat dan wilayahnya
tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
dihapus atau digabung.
Pasal 3
(1)
Dalam wilayah desa dapat dibentuk Dusun atau
sebutan lain yang merupakan bagian wilayah kerja pemerintahan desa dan
ditetapkan dengan peraturan desa.
(2)
Sebutan bagian wilayah kerja pemerintahan
desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disesuaikan dengan kondisi sosial
budaya masyarakat setempat yang ditetapkan dengan peraturan desa.
Pasal 4
(1)
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pembentukan,
Penghapusan dan Penggabungan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diatur
dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan berpedoman pada Peraturan
Menteri.
(2)
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib mengakui dan menghormati hak asal-usul, adat
istiadat dan sosial budaya masyarakat setempat.
Bagian Kedua
Perubahan Status
Perubahan Status
Pasal 5
(1)
Desa dapat diubah atau disesuaikan statusnya
menjadi kelurahan berdasarkan prakarsa Pemerintah Desa bersama BPD dengan
memperhatikan saran dan pendapat masyarakat setempat.
(2)
Perubahan status desa menjadi kelurahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan persyaratan :
a.
Iuas wilayah;
b.
jumlah penduduk;
c.
prasarana dan sarana pemerintahan;
d.
potensi ekonomi; dan
e.
kondisi sosial budaya masyarakat.
(3) Desa yang berubah menjadi Kelurahan, Lurah dan
Perangkatnya diisi dari pegawai negeri sipil.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai perubahan
status desa menjadi kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan
ayat (3) diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan berpedoman pada
Peraturan Menteri.
(5) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) wajib mengakui dan menghormati hak asal-usul, adat
istiadat desa dan sosial budaya masyarakat setempat.
Pasal 6
(1)
Desa yang berubah statusnya menjadi
Kelurahan, kekayaannya menjadi kekayaan daerah dan dikelola oleh kelurahan yang
bersangkutan untuk kepentingan masyarakat setempat.
(2)
Pendanaan sebagai akibat perubahan status
desa menjadi kelurahan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
kabupaten/kota.
BAB III
KEWENANGAN DESA
Pasal 7
Urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan desa mencakup:
a.
urusan pemerintahan yang sudah ada
berdasarkan hak asal usul desa;
b.
urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada
desa;
c.
tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah
Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota; dan
d.
urusan pemerintahan lainnya yang oleh
peraturan perundangundangan diserahkan kepada desa.
Pasal 8
Urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan Kabupaten/Kota yang diserahkan pengaturannya kepada Desa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 huruf b adalah urusan pemerintahan yang secara langsung
dapat meningkatkan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat.
Pasal 9
(1) Ketentuan lebih larijut
mengenai pelaksanaan penyerahan urusan yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota
yang diserahkan pengaturannya kepada Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
huruf b diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan berpedoman pada
Peraturan Menteri.
(2) Penyerahan
urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan
pembiayaannya.
Pasal 10
(1) Tugas
pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota
kepada Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c wajib disertai dengan
dukungan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia.
(2) Penyelenggaraan tugas pembantuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berpedoman pada peraturan perundangundangan.
(3)
Desa berhak menolak melaksanakan
tugas pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak disertai dengan
pembiayaan, prasarana dan sarana, serta sumber daya manusia.
BAB
IV
PENYELENGGARA PEMERINTAHAN DESA
PENYELENGGARA PEMERINTAHAN DESA
Bagian
Kesatu
Umum
Umum
Pasal 11
Pemerintahan Desa terdiri dari Pemerintah Desa dan BPD.
Bagian Kedua
Pemerintahan
Desa
Paragraf 1
Pemerintah
Desa
Pasal 12
(1) Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 terdiri dari
Kepala Desa dan Perangkat Desa.
(2) Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari
Sekretaris Desa dan Perangkat Desa lainnya.
(3) Perangkat Desa lainnya sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) terdiri atas
a.
sekretariat desa;
b.
pelaksana teknis lapangan;
c.
unsur kewilayahan.
(4) Jumlah Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.
(5) Susunan organisasi dan tata kerja pemerintahan
desa ditetapkan dengan peraturan desa.
Pasal 13
(1)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa aiatur dengan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(2)
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya memuat :
a.
tata cara penyusunan struktur
organisasi;
b.
perangkat;
c.
tugas dan fungsi;
d.
hubungan kerja.
Paragraf
2
Tugas, Wewenang, Kewajiban dan Hak Kepala Desa
Tugas, Wewenang, Kewajiban dan Hak Kepala Desa
Pasal
14
(1)
Kepala Desa mempunyai tugas
menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan.
(2)
Dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa mempunyai wewenang :
(a)
memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa
berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama BPD;
(b)
mengajukan rancangan peraturan desa;
(c)
menetapkan peraturan desa yang
telah mendapat persetujuan bersama BPD;
(d)
menyusun dan mengajukan rancangan
peraturan desa mengenai APB Desa untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD;
(e)
membina kehidupan masyarakat
desa;
(f)
membina perekonomian desa;
(g)
mengkoordinasikan pembangunan
desa secara partisipatif;
(h)
mewakili desanya di dalam dan di
luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan; dan
(i)
melaksanakan wewenang lain sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 15
(1) Dalam
melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, Kepala
Desa mempunyai kewajiban:
a.
memegang teguh dan mengamalkan
Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
b.
meningkatkan kesejahteraan
masyarakat;
c.
memelihara ketentraman dan
ketertiban masyarakat;
d.
melaksanakan kehidupan demokrasi;
e.
melaksanakan prinsip tata
pemerintahan desa yang bersih dan bebas dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme;
f.
menjalin hubungan kerja dengan
seluruh mitra kerja pemerintahan desa;
g.
menaati dan menegakkan seluruh
peraturan perundangundangan;
h.
menyelenggarakan administrasi
pemerintahan desa yang baik;
i.
melaksanakan dan
mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan desa;
j.
melaksanakan urusan yang menjadi
kewenangan desa;
k.
mendamaikan perselisihan
masyarakat di desa;
l.
mengembangkan pendapatan masyarakat dan desa;
m.
membina, mengayomi dan melestarikan
nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat;
n.
memberdayakan masyarakat dan kelembagaan di
desa; dan
o.
mengembangkan potensi sumber daya alam dan
melestarikan lingkungan hidup;
(2) Selain kewajiban sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) Kepala Desa mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan
penyelenggaraan pemerintahan desa kepada Bupati/Walikota, memberikan laporan
keterangan pertanggungjawaban kepada BPD, serta menginformasikan laporan
penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat.
(3)
Laporan penyelenggaraan pemerintahan desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Bupati/Walikota melalui
Camat 1 (satu) kali dalam satu tahun.
(4)
Laporan keterangan pertanggungjawaban kepada
BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan 1 (satu) kali dalam satu
tahun dalam musyawarah BPD.
(5)
Menginformasikan laporan penyelenggaraan
pemerintahan desa kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat
berupa selebaran yang ditempelkan pada papan pengumuman atau diinformasikan
secara lisan dalam berbagai pertemuan masyarakat desa, radio komunitas atau
media lainnya.
(6)
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
digunakan oleh Bupati/Walikota sebagai dasar melakukan evaluasi penyelenggaraan
pemerintahan desa dan sebagai bahan pembinaan lebih lanjut.
(7)
Laporan akhir masa jabatan Kepala
Desa disampaikan kepada Bupati/Walikota melalui Camat dan kepada BPD.
Pasal 16
Kepala
desa dilarang :
a.
menjadi pengurus partai politik;
b.
merangkap jabatan sebagai Ketua
dan/atau Anggota BPD, dan lembaga kemasyarakatan di desa bersangkutan;
c.
merangkap jabatan sebagai Anggota
DPRD
d.
terlibat dalam kampanye pemilihan
umum, pemilihan presiden, dan pemilihan kepala daerah;
e.
merugikan kepentingan umum,
meresahkan sekelompok masyarakat, dan mendiskriminasikan warga atau golongan
masyarakat lain;
f.
melakukan kolusi, korupsi dan
nepotisme, menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat
mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;
g.
menyalahgunakan wewenang; dan
h.
melanggar sumpah/janji jabatan.
Pasal 17
(1)
Kepala Desa berhenti, karena :
a.
meninggal dunia;
b.
permintaan sendiri;
c.
diberhentikan.
(2) Kepala Desa
diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena :
a.
berakhir masa jabatannya dan
telah dilantik pajabat yang baru;
b.
tidak dapat melaksanakan tugas
secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6
(enam) bulan;
c.
tidak lagi memenuhi syarat
sebagai kepala desa;
d.
dinyatakan melanggar sumpah/janji
jabatan;
e.
tidak melaksanakan kewajiban
kepala desa; dan/atau
f.
melanggar larangan bagi kepala
desa.
(3) Usul pemberhentian kepala desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, huruf b dan ayat (2) huruf a dan huruf b diusulkan oleh Pimpinan BPD
kepada Bupati/Walikota melalui Camat, berdasarkan keputusan musyawarah BPD.
(4) Usul pemberhentian kepala desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f disampaikan oleh BPD kepada
Bupati/Walikota melalui Camat berdasarkan keputusan musyawarah BPD yang
dihadiri oleh 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota BPD.
(5) Pengesahan pemberhentian kepala desa sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dan ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota paling lama 30
(tiga puluh) hari sejak usul diterima.
(6)
Setelah dilakukan pemberhentian
Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Bupati/Walikota mengangkat
Penjabat Kepala Desa.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan penjabat
kepala desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Pasal 18
(1) Kepala desa diberhentikan sementara oleh
Bupati/Walikota tanpa melalui usulan BPD apabila dinyatakan melakukan tindak
pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun
berdasarkan putusan pengadilan yang belum memperoleh kekuatan hukum tetap.
(2) Kepala desa diberhentikan oleh
Bupati/Walikota tanpa melalui usulan BPD apabila terbukti melakukan tindak
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pasal 19
Kepala desa diberhentikan sementara oleh
Bupati/Walikota tanpa melalui usulan BPD karena berstatus sebagai tersangka
melakukan tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar dan atau tindak
pidana terhadap keamanan negara.
Pasal 20
(1)
Kepala desa yang diberhentikan
sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 19, setelah
melalui proses peradilan ternyata terbukti tidak bersalah berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, paling lama 30 (tiga
puluh) hari sejak ditetapkan putusan pengadilan, Bupati/Walikota harus
merehabilitasi dan/atau mengaktifkan kembali kepala desa yang bersangkutan
sampai dengan akhir masa jabatan.
(2)
Apabila kepala desa yang
diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah berakhir masa
jabatannya Bupati/Walikota hanya merehabilitasi kepala desa yang bersangkutan.
Pasal 21
Apabila
Kepala Desa diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat
(1) dan Pasal 19, Sekretaris Desa melaksanakan tugas dan kewajiban Kepala Desa
sampai dengan adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap.
Pasal 22
Apabila Kepala Desa diberhentikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) dan Pasal 19, Bupati/Walikota
mengangkat Penjabat Kepala Desa dengan tugas pokok menyelenggarakan pemilihan
Kepala Desa paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pasal 23
(1) Tindakan penyidikan terhadap Kepala Desa,
dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis dari Bupati/Walikota.
(2) Hal-hal yang dikecualikan dari ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a.
tertangkap tangan melakukan
tindak pidana kejahatan;
b.
diduga telah melakukan tindak
pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati.
(3) Tindakan penyidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), diberitahukan secara tertulis oleh atasan penyidik kepada
Bupati/Walikota paling lama 3 hari.
Paragraf
3
Perangkat Desa
Perangkat Desa
Pasal
24
(1)
Perangkat Desa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) bertugas membantu Kepala Desa dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, Perangkat Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) bertanggungjawab kepada Kepala Desa.
Pasal 25
(1) Sekretaris
Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) diisi dari Pegawai Negeri
Sipil yang memenuhi persyaratan, yaitu:
a.
berpendidikan paling rendah
lulusan SMU atau sederajat;
b.
mempunyai pengetahuan tentang
teknis pemerintahan;
c.
mempunyai kemampuan di bidang
administrasi perkantoran;
d.
mempunyai pengalaman di bidang
administrasi keuangan dan di bidang perencanaan;
e.
memahami sosial budaya masyarakat
setempat; dan
f.
bersedia tinggal di desa yang
bersangkutan.
(2) Sekretaris Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota atas nama
Bupati/Walikota.
Pasal 26
(1)
Perangkat Desa lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) diangkat oleh Kepala Desa dari
penduduk desa.
(2)
Pengangkatan Perangkat Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.
(3)
Usia Perangkat Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) paling rendah 20 (dua puluh) tahun dan paling tinggi 60
(enam puluh) tahun.
(4)
Kctentuan lebih lanjut mengenai
Perangkat Desa Lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(5)
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sekurang-kurangnya memuat :
a.
persyaratan calon;
b.
mekanisme pengangkatan;
c.
masa jabatan;
d.
kedudukan keuangan;
e.
uraian tugas;
f.
larangan; dan
g.
mekanisme pemberhentian.
Paragraf 4
Kedudukan
Keuangan Kepala Desa
dan Perangkat Desa
dan Perangkat Desa
Pasal 27
(1)
Kepala Desa dan Perangkat Desa
diberikan penghasilan tetap setiap bulan dan/atau tunjangan lainnya sesuai
dengan kemampuan keuangan desa.
(2)
Penghasilan tetap dan/atau
tunjangan lainnya yang diterima Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap tahun dalam APBDesa.
(3)
Penghasilan tetap sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) paling sedikit sama dengan Upah Minimum Regional
Kabupaten/Kota.
Pasal 28
(1)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
kedudukan keuangan Kepala Desa dan Perangkat Desa diatur dengan Peraturan
Daerah Kabupaten/ Kota.
(2)
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya memuat :
a.
rincian jenis penghasilan
b.
rincian jenis tunjangan;
c.
penentuan besarnya dan pembebanan
pemberian penghasilan dan/atau tunjangan.
Bagian Ketiga
Badan Permusyawaratan Desa
Badan Permusyawaratan Desa
Pasal 29
BPD
berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa.
Pasal 30
(1)
Anggota BPD adalah wakil dari
penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan
dengan cara inusyawarah dan mufakat.
(2)
Anggota BPD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri dari Ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan profesi,
pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya.
(3)
Masa jabatan anggota BPD adalah 6
(enam) tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan
berikutnya.
Pasal 31
Jumlah
anggota BPD ditetapkan dengan jumlah ganjil, paling sedikit 5 (lima) orang dan
paling banyak 11 (sebelas) orang, dengan memperhatikan luas wilayah, jumlah
penduduk, dan kemampuan keuangan desa.
Pasal 32
(1)
Peresmian anggota BPD sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota.
(2)
Anggota BPD sebelum memangku
jabatannya mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama dihadapan masyarakat
dan dipandu oleh Bupati/ Walikota.
Pasal 33
(1)
Pimpinan BPD terdiri dari 1
(satu) orang Ketua, 1 (satu) orang Wakil Ketua, dan 1 (satu) orang Sekretaris.
(2)
Pimpinan BPD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dipilih dari dan oleh anggota BPD secara langsung dalam Rapat
BPD yang diadakan secara khusus.
(3)
Rapat pemilihan Pimpinan BPD
untuk pertama kali dipimpin oleh anggota tertua dan dibantu oleh anggota
termuda.
Pasal 34
BPD berfungsi menetapkan
peraturan desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi
masyarakat.
Pasal 35
BPD mempunyai wewenang:
a.
membahas rancangan peraturan desa
bersama kepala desa;
b.
melaksanakan pengawasan terhadap
pelaksanaan peraturan desa dan peraturan kepala desa;
c.
mengusulkan pengangkatan dan
pemberhentian kepala desa;
d.
membentuk panitia pemilihan
kepala desa;
e.
menggali,menampung, menghimpun,
merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat; dan menyusun tata tertib BPD.
Pasal 36 BPD mempunyai hak :
a.
meminta keterangan kepada
Pemerintah Desa;
b.
menyatakan pendapat.
Pasal 37
(1) Anggota
BPD mempunyai hak : .
a.
mengajukan rancangan peraturan
desa;
b.
mengajukan pertanyaan;
c.
menyampaikan usul dan pendapat;
d.
memilih dan dipilih; dan
e.
memperoleh tunjangan.
(2) Anggota BPD mempunyai kewajiban :
a.
mengamalkan Pancasila,
melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
mentaati segala peraturan perundang-undangan;
b.
melaksanakan kehidupan demokrasi
dalam penyelenggaraan pemerintahan desa;
c.
mempertahankan dan memelihara hukum
nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d.
menyerap, menampung, menghimpun,
dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat;
e.
memproses pemilihan kepala desa;
f.
mendahulukan kepentingan umum
diatas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan;
g.
menghormati nilai-nilai sosial
budaya dan adat istiadat masyarakat setempat; dan
h.
menjaga norma dan etika dalam
hubungan kerja dengan lembaga kemasyarakatan.
Pasal 38
(1)
Rapat BPD dipimpin oleh Pimpinan
BPD.
(2)
Rapat BPD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dinyatakan sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya (satu per
dua) dari jumlah anggota BPD, dan keputusan ditetapkan berdasarkan suara
terbanyak.
(3)
Dalam hal tertentu Rapat BPD
dinyatakan sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua
per tiga) dari jumlah anggota BPD, dan keputusan ditetapkan dengan persetujuan
sekurangkurangnya '/2 (satu per dua) ditambah 1
(satu) dari jumlah anggota BPD yang hadir.
(4)
Hasil rapat BPD ditetapkan dengan
Keputusan BPD dan dilengkapi dengan notulen rapat yang dibuat oleh Sekretaris
BPD.
Pasal 39
(1)
Pimpinan dan Anggota BPD menerima
tunjangan sesuai dengan kemampuan keuangan desa.
(2)
Tunjangan pimpinan dan anggota
BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dalam APB Desa.
Pasal 40
(1)
Untuk kegiatan BPD disediakan
biaya operasional sesuai kemampuan keuangan desa yang dikelola oleh Sekretaris
BPD.
(2)
Biaya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ditetapkan setiap tahun dalam APB Desa.
Pasal 41
(1)
Pimpinan dan Anggota BPD tidak
diperbolehkan merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa.
(2)
Pimpinan dan Anggota BPD dilarang
:
a.
sebagai pelaksana proyek desa;
b.
merugikan kepentingan umum,
meresahkan sekelompok masyarakat, dan mendiskriminasikan warga atau golongan
masyarakat lain;
c.
melakukan korupsi, kolusi,
nepotisme dan menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat
mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;
d.
menyalahgunakan wewenang; dan
e.
melanggar sumpah/janji jabatan.
Pasal
42
(1)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
BPD, ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
sekurang-kurangnya memuat :
a.
persyaratan untuk menjadi anggota
sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat;
b.
mekanisme musyawarah dan mufakat
penetapan anggota;
c.
pengesahan penetapan anggota;
d.
fungsi, dan wewenang;
e.
hak, kewajiban, dan larangan;
f.
pemberhentian dan masa
keanggotaan;
g.
penggantian anggota dan pimpinan;
h.
tata cara pengucapan
sumpah/janji;
i.
pengaturan tata tertib dan
mekanisme kerja;
j.
tata cara menggali, menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat;
k.
hubungan kerja dengan kepala desa
dan lembaga kemasyarakatan;
l.
keuangan dan administratif.
Bagian Keempat
Pemilihan
Kepala Desa
Pasal
43
(1)
BPD memberitahukan kepada Kepala
Desa mengenai akan berakhirnya masa jabatan kepala desa secara tertulis 6
(enam) bulan sebelum berakhir masa jabatan.
(2)
BPD memproses pemilihan kepala
desa, paling lama 4 (empat) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan kepala desa.
Pasal 44
Calon
Kepala Desa adalah penduduk desa Warga Negara Republik Indonesia yang memenuhi
persyaratan :
a.
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa;
b.
setia kepada Pancasila sebagai
Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan
kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta Pemerintah;
c.
berpendidikan paling rendah tamat
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan/atau sederajat;
d.
berusia paling rendah 25 (dua
puluh lima) tahun;
e.
bersedia dicalonkan menjadi
kepala desa;
f.
penduduk desa setempat;
g.
tidak pernah dihukum karena
melakukan tindak pidana kejahatan dengan hukuman paling singkat 5 (lima) tahun;
h.
tidak dicabut hak pilihnya sesuai
dengan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
i.
Belum pernah menjabat sebagai
Kepala Desa paling lama 10 (sepuluh) tahun atau dua kali mass jabatan.
j.
memenuhi syarat lain yang diatur
dalam Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota;
Pasal 45
Penduduk
desa Warga Negara Republik Indonesia yang pada hari pemungutan suara pemilihan
kepala desa sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin
mempunyai hak memilih.
Pasal 46
(1)
Kepala Desa dipilih langsung oleh
penduduk desa dari calon yang memenuhi syarat.
(2)
Pemilihan Kepala Desa bersifat
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
(3)
Pemilihan Kepala Desa
dilaksanakan melalui tahap pencalonan dan tahap pemilihan.
Pasal 47
(1)
Untuk pencalonan dan pemilihan
Kepala Desa, BPD membentuk Panitia Pemilihan yang terdiri dari unsur perangkat
desa, pengurus lembaga kemasyarakatan, dan tokoh masyarakat.
(2)
Panitia pemilihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), melakukan pemeriksaan identitas bakal calon berdasarkan
persyaratan yang ditentukan, melaksanakan peinungutan suara, dan melaporkan
pelaksanaan pemilihan Kepala Desa kepada BPD.
Pasal 48
(1)
Panitia pemilihan melaksanakan
penjaringan dan penyaringan Bakal Calon Kepala Den sesuai persyaratan.
(2)
Bakal Calon Kepala Desa yang
telah memenuhi persyaratan ditetapkan sebagai Calon Kepala Desa oleh Panitia
Pemilihan.
Pasal
49
(1)
Calon Kepala Desa yang berhak
dipilih diumumkan kepada masyarakat ditempat-tempat yang terbuka sesuai dengan
kondisi sosial budaya masyarakat setempat.
(2)
Calon Kepala Desa dapat,
melakukan kampanye sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.
Pasal
50
(1)
Calon Kepala Desa yang dinyatakan
terpilih adalah calon yang mendapatkan dukungan suara terbanyak.
(2)
Panitia Pemilihan Kepala Desa
melaporkan hash pemilihan Kepala Desa kepada BPD.
(3)
Calon Kepala Desa Terpilih
sebagaimana dirnaksud pada ayat (2), ditetapkan dengan Keputusan BPD
berdasarkan Laporan dan Berita Acara Pemilihan dari Panitia Pemilihan.
(4)
Calon Kepala Desa Terpilih
disampaikan oleh BPD kepada Bupati/Walikota melalui Camat untuk disahkan
menjadi Kepala Desa Terpilih.
(5)
Bupati/Walikota menerbitkan
Keputusan Bupati/ Walikota tentang Pengesahan Pengangkatan Kepala Desa Terpilih
paling lama 15 (lima belas) hari terhitung tanggal diterimanya penyampaian
hasil pemilihan dari BPD.
Pasal 51
(1)
Kepala Desa Terpilih dilantik oleh
Bupati/Walikota paling lama 15 (lima belas) hari terhitung tanggal penerbitan
keputusan Bupati/Walikota.
(2)
Pelantikan Kepala Desa dapat
dilaksanakan di desa bersangkutan dihadapan masyarakat.
(3)
Sebelum memangku jabatannya,
Kepala Desa mengucapkan sumpah/janji.
(4)
Susunan kata-kata sumpah/janji
Kepala Desa dimaksud adalah sebagai berikut :
"Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan
memenuhi kewajiban saya selaku Kepala Desa dengan sebaik-baiknya,
sejujur-jujurnya, dan seadil-adilnya; bahwa saya akan selalu taat dalam
mengamalkan dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara; dan bahwa saya
akan menegakkan kehidupan demokrasi dan Undang-Undang Dasar 1945 serta
melaksanakan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya yang
berlaku bagi desa, daerah, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia".
Pasal 52
Masa jabatan Kepala Desa adalah 6 (enam) tahun terhitung sejak
tanggal pelantikan dan dapat dipilih kembali hanya untuk sate kali masa jabatan
berikutnya.
Pasal 53
(1)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
Tata Cara Pemilihan, Pencalonan, Pengangkatan, Pelantikan, dan Pemberhentian
Kepala Desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota.
(2)
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya memuat :
a.
mekanisme pembentukan panitia
pemilihan;
b.
susunan, tugas, wewenang dan
tanggungjawab panitia pemilihan;
c.
hak memilih dan dipilih;
d.
persyaratan dan alat
pembuktiannya;
e.
penjaringan bakal calon;
f.
penyaringan bakal calon;
g.
penetapan calon berhak dipilih;
h.
kampanye calon;
i.
pemungutan suara;
j.
mekanisme pengaduan dan
penyelesaian masalah;
k.
penetapan calon terpilih;
l.
pengesahan pengangkatan;
m.
pelantikan;
n.
sanksi pelanggaran;
o.
biaya pemilihan.
Pasal 54
(1)
Pemilihan Kepala Desa dan masa
jabatan kepala desa dalam kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan yang diakui keberadaannya berlaku
ketentuan hukum adat setempat.
(2)
Pemilihan kepala desa dan masa
jabatan kepala desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan
Daerah Kabupaten/ Kota.
(3)
Peraturan Daerah sebagaimana
dimaksud ayat (2) wajib memperhatikan nilai-nilai sosial budaya dan adat
istiadat kesatuan masyarakat hukum adat setempat.
BAB V
PERATURAN
DESA
Pasal
55
(1)
Peraturan Desa ditetapkan oleh
Kepala Desa bersama BPD.
(2)
Peraturan Desa dibentuk dalam
rangka penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
(3)
Peraturan Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan
perundang‑undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial budaya
masyarakat desa setempat.
(4)
Peraturan Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Pasal 56
Peraturan
Desa dibentuk berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan.
Pasal 57
Masyarakat
berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan
atau pembahasan Rancangan Peraturan Desa.
Pasal 58
Peraturan
Desa disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota melalui Camat sebagai
bahan pengawasan dan pembinaan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan.
Pasal 59
(1)
Untuk melaksanakan Peraturan
Desa, Kepala Desa menetapkan Peraturan Kepala Desa dan/atau Keputusan Kepala
Desa.
(2) Peraturan Kepala Desa dan/atau Keputusan Kepala Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilarang bertentangan dengan kepentingan umum, dan
peraturan perundangundangan yang lebih tinggi.
Pasal 60
(1)
Peraturan Desa dan Peraturan
Kepala Desa dimuat dalam Berita Daerah.
(2)
Pemuatan Peraturan Desa dan
Peraturan Kepala Desa sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan oleh Sekretaris
Daerah.
(3)
Peraturan Desa dan Peraturan
Kepala Desa sebagaimana dimaksud ayat (1) disebarluaskan oleh Pemerintah Desa.
Pasal 61
(1)
Rancangan Peraturan Desa tentang
APB Desa yang telah disetujui bersama sebelum ditetapkan oleh Kepala Desa
paling lama 3 (tiga) hari disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota
untuk dievaluasi.
(2)
Hasil evaluasi Bupati/Walikota
terhadap Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan paling lama 20 (dua puluh) hari kepada Kepala Desa.
(3)
Apabila hasil evaluasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melampaui batas waktu dimaksud, Kepala Desa
dapat menetapkan Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa menjadi Peraturan
Desa.
Pasal 62
Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman
Pembentukan dan mekanisme penyusunan Peraturan Desa diatur dengan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota dengan berpedoman pada Peraturan Menteri.
BAB
VI
PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA
PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA
Pasal
63
(1)
Dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan desa disusun perencanaan pembangungan desa sebagai satu kesatuan
dalam sistem perencanaan pembangunan daerah kabupaten/Kota..
(2)
Perencanaan pembangunan desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun secara partisipatif oleh
pemerintahan desa sesuai dengan kewenangannya.
(3)
Dalam menyusun perencanaan
pembangunan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melibatkan lembaga
kemasyarakatan desa.
Pasal 64
(1) Perencanaan pembangunan desa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) disusun secara berjangka meliputi;
a.
Rencana pembangunan jangka
menengah desa yang selanjutnya disebut RPJMD untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.
b.
Rencana kerja pembangunan desa,
selanjutnya disebut RKPDesa, merupakan penjabaran dari RPJMD untuk jangka
waktu 1 (satu) tahun.
(2) RPJMD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan dengan
Peraturan Desa dan RKP-Desa ditetapkan dalam Keputusan Kepala Desa berpedoman
pada Peraturan Daerah.
Pasal 65
(1)
Perencanaan pembangunan desa
sebagaimana dimaksud pada Pasal 64 ayat (1) didasarkan pada data dan informasi
yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
(2)
Data dan informasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) mencakup:
a.
penyelenggaraan pemerintahan
desa;
b.
organisasi dan tata laksana
pemerintahan desa;
c.
keuangan desa;
d.
profil desa;
e.
informasi lain terkait dengan
penyelenggaraan pemerintahan desa dan pemberdayaan masyarakat.
Pasal 66
Ketentuan lebih lanjut mengenai tahapan,
tata cara penyusunan, pengendalian, dan evaluasi pelaksanaan rencana
pembangunan desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
BAB
VII
KEUANGAN DESA
KEUANGAN DESA
Bagian
Pertama
Umum
Umum
Pasal 67
(1)
Penyelenggaraan urusan
pemerintahan desa yang menjadi keweriangan desa didanai dari anggaran
pendapatan dan belanja desa, bantuan pemerintah dan bantuan pemerintah daerah.
(2)
Penyelenggaraan urusan pemerintah
daerah yang diselenggarakan oleh pemerintah desa didanai dari anggaran
pendapatan dan belanja daerah.
(3)
Penyelenggaraan urusan pemerintah
yang diselenggarakan oleh pemerintah desa didanai dari anggaran pendapatan dan
belanja negara.
Bagian
Kedua
Sumber
Pendapatan
Pasal 68
(1) Sumber
pendapatan desa terdiri atas :
a.
pendapatan asli desa, terdiri
dari hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi,
hasil gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah;
b.
bagi hasil pajak daerah
Kabupaten/Kota paling sedikit 1.0% (sepuluh per seratus) untuk desa dan dari
retribusi Kabupaten/Kota sebagian diperuntukkan bagi desa;
c.
bagian dari dana perimbangan
keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota untuk Desa paling
sedikit 10% (sepuluh per seratus), yang pembagiannya untuk setiap Desa secara
proporsional yang merupakan alokasi dana desa;
d.
bantuan keuangan dari Pemerintah,
Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka pelaksanaan urusan
pemerintahan;
e.
hibah dan sumbangan dari pihak
ketiga yang tidak mengikat.
(2) Bantuan keuangan dari
Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota sebagaimana
dimaksud ayat (1) huruf d disalurkan melalui kas desa.
(3) Sumber
pendapatan desa yang telah dimiliki dan dikelola oleh desa tidak dibenarkan
diambil alih oleh pemerintah atau pemerintah daerah.
Pasal 69
Kekayaan Desa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) huruf a terdiri atas :
a.
tanah kas desa;
b.
pasar desa;
c.
pasar hewan;
d.
tambatan perahu;
e.
bangunan desa;
f.
pelelangan ikan yang dikelola
oleh desa; dan
g.
lain -lain kekayaan milik desa.
Pasal 70
(1)
Sumber pendapatan daerah yang
berada di desa baik pajak maupun retribusi yang sudah dipungut oleh Provinsi
atau Kabupaten/Kota tidal; dibenarkan adanya pungutan tambahan oleh Pemerintah
Desa.
(2)
Pungutan retribusi dan pajak
lainnya yang telah dipungut oleh Desa tidak dibenarkan dipungut atau diambil
alih oleh Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota.
(3)
Bagian desa dari perolehan bagian
pajak dan retribusi daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
dan pengalokasiannya ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota.
Pasal 71
(1)
Pemberian hibah dan sumbangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) huruf e tidak mengurangi kewajibankewajiban
pihak penyumbang kepada desa.
(2)
Sumbangan yang berbentuk barang,
baik barang bergerak maupun barang tidak bergerak dicatat sebagai barang
inventaris kekayaan milik desa sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3)
Sumbangan yang berbentuk uang
dicantumkan di dalam APB Desa.
Pasal 72
(1)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
sumber pendapatan desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) diatur
dengan Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota.
(2)
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat :
a.
sumber pendapatan;
b.
jenis pendapatan;
c.
rincian bagi hasil pajak dan
retribusi daerah;
d.
bagian dana perimbangan;
e.
persentase dana alokasi desa;
f.
hibah;
g.
sumbangan;
h.
kekayaan.
Bagian
Ketiga
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
Pasal 73
(1)
APB Desa terdiri atas bagian
pendapatan Desa, belanja Desa dan pembiayaan.
(2)
Rancangan APB Desa dibahas dalam
musyawarah perencanaan pembangunan desa.
(3)
Kepala Desa bersama BPD
menetapkan APB Desa setiap tahun dengan Peraturan Desa.
Pasal 74
Pedoman
penyusunan APB Desa, perubahan APB Desa, perhitungan APB Desa, dan
pertanggungjawaban pelaksanaan APB Desa ditetapkan dengan Peraturan
Bupati/Walikota.
Bagian
Keempat
Pengelolaan
Pengelolaan
Pasal
75
(1)
Kepala Desa adalah pemegang
kekuasaan pengelolaan keuangan desa.
(2)
Dalam melaksanakan kekuasaannya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Desa dapat melimpahkan sebagian atau
seluruh kekuasaannya yang berupa perencanaan,. pelaksanaan, penatausahaan,
pelaporan kepada perangkat desa.
Pasal 76
Ketentuan
lebih lanjut mengenai pengelolaan keuangan desa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 75 ayat (1) diatur dengan peraturan desa.
Pasal 77
Pedoman pengelolaan
keuangan desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1) diatur dengan
Peraturan Bupati/Walikota.
Bagian
Kelima
Badan Usaha Milik Desa
Badan Usaha Milik Desa
Pasal
78
(1)
Dalam meningkatkan pendapatan
masyarakat dan Desa, Pemerintah Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa
sesuai dengan kebutuhan dan potensi Desa.
(2)
Pernbentukan Badan Usaha Milik
Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Desa
berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
(3)
Bentuk Badan Usaha Milik Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berbadan hukum.
Pasal 79
(1)
Badan Usaha Milik Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78
ayat (1) adalah usaha desa yang dikelola oleh Pemerintah Desa.
(2) Permodalan
Badan Usaha Milik Desa dapat berasal dari :
a.
Pemerintah Desa;
b.
tabungan masyarakat;
c.
bantuan Pemerintah, Pemerintah
Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota;
d.
pinjaman; dan/atau
e.
penyertaan modal pihak lain atau
kerja sama bagi hasil atas dasar saling menguntungkan.
(3) Kepengurusan Badan Usaha Milik Desa terdiri
dari Pemerintah Desa dan masyarakat.
Pasal 80
(1)
Badan Usaha Milik Desa dapat
melakukan pinjaman sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)
Pinjaman sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan setelah mendapat persetujuan BPD.
Pasal 81
(1)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa diatur dengan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(2)
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat :
a.
bentuk badan hukum;
b.
kepengurusan;
c.
hak dan kewajiban;
d.
permodalan;
e.
bagi hasil usaha;
f.
kerjasama dengan pihak ketiga;
g.
mekanisme pengelolaan dan
pertanggungjawaban;
BAB VIII
KERJA SAMA DESA
Pasal 82
(1)
Desa dapat mengadakan kerja sama
antar desa untuk kepentingan desa masing-masing.
(2)
Kerja sama sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yang membebani masyarakat dan desa hams mendapatkan persetujuan
BPD.
(3)
Kerja sama antar desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 83
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (2) ayat
(2) berlaku juga bagi desa yang melakukan kerja sama dengan pihak
ketiga.
(3) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi bidang :
a.
peningkatan perekonomian
masyarakat desa;
b.
peningkatan pelayanan pendidikan;
c.
kesehatan;
d.
sosial budaya;
e.
ketentraman dan ketertiban;
dan/atau
f.
pemanfaatan sumber daya alam dan
teknologi tepat guna dengan memperhatikan kelestarian lingkungan.
Pasal 84
Untuk pelaksanaan kerja
sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 dan Pasal 83 dapat dibentuk Badan Kerjasama.
Pasal 85
(1)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
Pelaksanaan Kerja sama Antar Desa, dan Kerja sama Desa dengan Pihak Ketiga
diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(2)
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sekurang-kurangnya memuat :
a.
ruang lingkup;
b.
tugas dan tanggung jawab;
c.
pelaksanaan;
d.
penyelesaian perselisihan;
e.
tenggang waktu;
f.
pembiayaan.
Pasal 86
(1)
Perselisihan kerja sama antar
desa dalam satu kecamatan, difasilitasi dan diselesaikan oleh Camat.
(2)
Perselisihan kerja sama antar
desa pada kecamatan yang berbeda dalam satu Kabupaten/Kota difasilitasi dan
diselesaikan oleh Bupati/Walikota.
(3)
Penyelesaian perselisihan
sebagairnana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan secara adil dan
tidak memihak.
(4)
Penyelesaian perselisihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bersifat final.
Pasal 87
(1)
Perselisihan kerja sama desa
dengan pihak ketiga dalam satu kecamatan, difasilitasi dan diselesaikan oleh
Camat.
(2)
Perselisihan kerja sama desa
dengan pihak ketiga pada kecamatan yang berbeda dalam satu Kabupaten/ Kota
difasilitasi dan diselesaikan oleh Bupati/Walikota.
(3)
Apabila pihak ketiga tldak
menerima penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) dapat mengajukan penyelesaian ke pengadilan.
Pasal 88
(1)
Pembangunan kawasan perdesaan
yang dilakukan oleh Kabupaten/Kota dan atau pihak ketiga wajib mengikutsertakan
Pemerintah Desa dan BPD.
(2)
Dalam perencanaan, pelaksanaan
pembangunan, pemanfaatan dan pendayagunaan kawasan perdesaan wajib
mengikutsertakan masyarakat sebagai upaya pemberdayaan masyarakat.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
perencanaan, pelaksanaan pembangunan, pemanfaatan dan pendayagunaan kawasan
perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diat:ur dengan Peraturan Daerah
Kabupaten/ Kota.
(4)
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sekurang-kurangnya memuat :
a.
kepentingan masyarakat desa
melalui keikutsertaan masyarakat;
b.
kewenangan desa;
c.
kelancaran pelaksanaan investasi;
d.
kelestarian lingkungan hidup; dan
e.
keserasian kepentingan antar
kawasan dan kepentingan umum.
BAB IX
LEMBAGA
KEMASYARAKATAN
Pasal 89
(1) Di desa dapat dibentuk
lembaga kemasyarakatan.
(2) Pembentukan lembaga kemasyarakatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Desa.
Pasal 90
Lembaga
kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (1) mempunyai tugas
membantu Pemerintah Desa dan merupakan mitra dalam memberdayakan masyarakat
desa.
Pasal 91
Tugas
Lembaga Kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 meliputi :
a.
menyusun rencana pembangunan
secara partisipatif;
b.
melaksanakan, mengendalikan,
memanfaatkan, memelihara dan mengembangkan pembangunan secara partisipatif;
c.
menggerakkan dan mengembangkan
partisipasi, gotong royong dan swadaya masyarakat
d.
menumbuhkembangkan kondisi
dinamis masyarakat dalam rangka pemberdayaan masyarakat.
Pasal 92
Dalam
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91, lembaga kemasyarakatan
mempunyai fungsi :
a.
penampungan dan penyaluran
aspirasi masyarakat dalam pembangunan;
b.
penanaman dan pemupukan rasa
persatuan dan kesatuan masyarakat dalam kerangka memperkokoh Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
c.
peningkatan kualitas dan
percepatan pelayanan pemerintah kepada masyarakat;
d.
penyusunan rencana, pelaksanaan,
pelestarian, dan pengembangan hasil-hasil pembangunan secara partisipatif;
e.
penumbuhkembangan dan penggerak
prakarsa, partisipasi, serta swadaya gotongroyong masyarakat;
f.
pemberdayaan dan peningkatan
kesejahteraan keluarga; dan
g.
pemberdayaan hak politik
masyarakat;
Pasal 93
Kegiatan
lembaga kemasyarakatan ditujukan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat melalui :
a.
peningkatan pelayanan masyarakat;
b.
peningkatan peran serta
masyarakat dalam pembangunan;
c.
pengembangan kemitraan;
d.
pemberdayaan masyarakat; dan
e.
pengembangan kegiatan lain sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat setempat.
Pasal 94
(1)
Pengurus lembaga kemasyarakatan
dipilih secara musyawarah dari anggota masyarakat yang mempunyai kemauan,
kemampuan, dan kepedulian dalam pemberdayaan masyarakat;
(2)
Susunan dart jumlah pengurus
lembaga kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan
kebutuhan.
Pasal 95
Hubungan
kerja antara lembaga kemasyarakatan dengan Pemerintahan Desa bersifat
kemitraan, konsultatif dan koordinatif.
Pasal 96
Dana
kegiatan lembaga kemasyarakatan dapat bersumber dari:
a.
swadaya masyarakat;
b.
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Desa;
c.
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Kabupaten/Kota dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi;
d.
bantuan Pemerintah, Pemerintah
Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/ Kota;
e.
bantuan lain yang sah dan tidak
mengikat.
Pasal 97
(1)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
lembaga kemasyarakatan diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan
memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat.
(2)
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya memuat :
a.
Tata cara pembentukan;
b.
maksud dan tujuan;
c.
tugas, fungsi dan kewajiban;
d.
kepengurusan;
e.
tata kerja;
f.
hubungan kerja;
g.
sumber dana.
BAB X
PEMBINAAN
DAN PENGAWASAN
Pasal
98
(1)
Pemerintah dan Pemerintah
Provinsi wajib membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan lembaga
kemasyarakatan.
(2)
Pemerintah Kabupaten/Kota dan
Camat wajib membina dan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan desa dan lembaga
kemasyarakatan.
Pasal 99
Pembinaan Pemerintah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (1), meliputi :
a.
memberikan pedoman dan standar
pelaksanaan urusan pemerintahan desa dan lembaga kemasyarakatan;
b.
memberikan pedoman tentang
bantuan pembiayaan dari pemerintah, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota
kepada desa;
c.
rnemberikan pedoman pendidikan
dan pelatihan;
d.
memberikan pedoman penyusunan
perencanaan pembangunan partisipatif;
e.
memberikan pedoman dan standar
tanda Jabatan, pakaian dinas dan atribut bagi Kepala Desa serta perangkat desa;
f.
memberikan bimbingan, supervisi
dan konsultasi pelaksanaan pemerintahan desa dan lembaga kemasyarakatan;
g.
memberikan penghargaan atas
prestasi yang dilaksanakan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dan lembaga
kemasyarakatan;
h.
menetapkan bantuan keuangan
langsung kepada Desa;
i.
melakukan pendidikan dan
pelatihan tertentu kepada aparatur pemerintah daerah yang bertugas membina
Pemerintahan Desa;
j.
melakukan penelitian tentang
penyelenggaraan pemerintahan desa pada desa-desa tertentu;
k.
melakukan upaya-upaya percepatan
atau akselerasi pembangunan perdesaan; dan
l.
pembinaan lainnya yang
diperlukan.
Pasal 100
Pembinaan Pemerintah
Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (1), meliputi :
a.
memberikan pedoman pelaksanaan
tugas pembantuan dari provinsi;
b.
menetapkan bantuan keuangan dari
pemerintah provinsi;
c.
memfasilitasi penyusunan
peraturan daerah kabupaten/kota;
d.
melakukan pengawasan peraturan
daerah kabupaten/kota;
e.
memfasilitasi keberadaan kesatuan
masyarakat hukum adat, nilai adat istiadat, lembaga adat beserta hak-hak
tradisionalnya dalam pelaksanaan pemerintahan desa;
f.
melaksanakan pendidikan dan
pelatihan tertentu skala provinsi;
g.
melakukan penelitian tentang
penyelenggaraan pemerintahan desa pada desa-desa tertentu;
h.
memberikan penghargaan atas
prestasi penyelenggaraan pemerintahan desa dan lembaga kemasyarakatan tingkat
provinsi; dan
i.
melakukan upaya-upaya percepatan
atau akselerasi pembangunan perdesaan skala provinsi.
Pasal 101
Pembinaan
dan pengawasan Pemerintah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98
ayat (2), meliputi :
a.
menetapkan pengaturan kewenangan
kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa;
b.
memberikan pedoman pelaksanaan
tugas pembantuan dari kabupaten/kota ke desa;
c.
memberikan pedoman penyusunan
peraturan desa dan peraturan kepala desa;
d.
memberikan pedoman teknis
pelaksanaan dan pengembangan lembaga kemasyarakatan;
e.
memberikan pedoman penyusunan
perencanaan pembangunan partisipatif;
f.
melakukan penelitian tentang
penyelenggaraan pemerintahan desa;
g.
melakukan evaluasi dan pengawasan
peraturan desa;
h.
menetapkan pembiayaan alokasi
dana perimbangan untuk desa;
i.
mengawasi pengelolaan keuangan
desa dan pendayagunaan aset desa;
j.
melakukan pembinaan dan
pengawasan penyelenggaraan pemerintahan desa dan lembaga kemasyarakatan;
k.
memfasilitasi keberadaan kesatuan
masyarakat hukum adat, nilai adat istiadat, lembaga adat beserta hak-hak
tradisionalnya dalam pelaksanaan pemerintahan desa;
l.
menyelenggarakan pendidikan dan
pelatihan bagi pemerintah desa dan lembaga kemasyarakatan;
m.
menetapkan pakaian dan atribut
lainnya bagi Kepala Desa, Perangkat Desa dan BPD sesuai dengan kondisi dan
sosial budaya masyarakat setempat;
n.
memberikan penghargaan atas
prestasi yang dilaksanakan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dan lembaga
kemasyarakatan; dan
o.
memberikan sanksi atas
penyimpangan yang dilakukan oleh kepala desa sebagaimana diatur dalam peraturan
perundangundangan;
p.
melakukan upaya-upaya percepatan
atau akselerasi pembangunan perdesaan.
Pasal 102
Pembinaan
dan pengawasan Camat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2), meliputi :
a.
memfasilitasi penyusunan
peraturan desa dan peraturan kepala desa;
b.
memfasilitasi administrasi tata
pemerintahan desa;
c.
memfasilitasi pengelolaan
keuangan desa dan pendayagunaan aset desa;
d.
memfasilitasi pelaksanaan urusan
otonomi daerah Kabupaten/Kota yang diserahkan kepada desa;
e.
memfasilitasi penerapan dan
penegakan peraturan perundangundangan;
f.
memfasilitasi pelaksanaan tugas
kepala desa dan perangkat desa;
g.
memfasilitasi upaya
penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum;
h.
memfasilitasi pelaksanaan tugas,
fungsi, dan kewajiban lembaga kemasyarakatan;
i.
memfasilitasi penyusunan perencanaan
pembangunan partisipatif;
j.
memfasilitasi kerjasama antar
desa dan kerjasama desa dengan pihak ketiga;
k.
memfasilitasi pelaksanaan
pemberdayaan masyarakat desa;
l.
memfasilitasi kerjasama antar lembaga
kemasyarakatan dan kerjasama lembaga kemasyarakatan dengan pihak ketiga;
m.
memfasilitasi bantuan teknis dan
pendampingan kepada lembaga kemasyarakatan; dan
n.
memfasilitasi koordinasi unit
kerja pemerintahan dalam pengembangan lembaga kemasyarakatan.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 103
(1) Masa
jabatan kepala desa yang ada pada saat ini tetap berlaku sampai habis masa
jabatannya.
(2)
Anggota Badan Perwakilan Desa yang ada pada
saat ini tetap menjalankan tugas sampai habis masa jabatannya.
(3)
Sekretaris Desa yang ada selama
ini yang bukan Pegawai Negeri Sipil secara bertahap diangkat menjadi Pegawai
Negeri Sipil yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah tersendiri.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 104
Pada saat
Peraturan Pemerintah ini berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2001 tentang
Pedoman Umum Pengaturan Mengenai Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2001 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4155) dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 105
Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota tentang Desa yang bertentangan atau tidak sesuai, diganti atau
diubah paling lama 1 (satu) tahun sejak ditetapkan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 106
(1)
Menteri wajib memfasilitasi
pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini.
(2)
Menteri mengatur mengenai Pedoman
Penetapan dan Penegasan Batas Desa, Administrasi Desa, Tata Naskah Dinas di
lingkungan Pemerintahan Desa, Asosiasi/Paguyuban/Forum Komunikasi Badan
Permusyawaratan Desa dan Pemerintah Desa serta tanah kas desa.
Pasal
107
Peraturan Pemerintah ini mulai
berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan
di Jakarta
pada
tanggal 30 Desember 2005
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
ttd
DR.
H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 2005
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK
INDONESIA,
ttd
HAMID
AWALUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 158
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 72
TAHUN 2005
TENTANG
DESA
I. UMUM
Dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 make. Peraturan
Pemerintah Nomor 76 Tahun 2001 Tentang Pedoman Umum Pengaturan Mengenai Desa
hares disesuaikan dengan Undang-Undang-Undang Nomor 8 tentang Perubahan atas
Undang Nomor 32 Tahun 2004. Walaupun terjadi pergantian Undang-Undang namun
prinsip dasar sebagai landasan pemikiran pengaturan mengenai desa tetap yaitu;
(1) Keanekaragaman, yang memiliki makna bahwa istilah Desa dapat disesuaikan
dengan asal usul dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Hal ini berarti
pola penyelenggaraan pemerintahan serta pelaksanaan pembangunan di Desa harus
menghormati sistem nilai yang berlaku pada masyarakat setempat namun harus
tetap mengindahkan sistem nilai bersama dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Dalam kaitan ini Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 menegaskan bahwa Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia, (2) Partisipasi, memiliki makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan desa hams mampu mewujudkan paran aktif masyarakat agar
masyarakat senantiasa memiliki dan turut serta bertanggungjawab terhadap
perkembangan kehidupan bersama sebagai sesama warga desa, (3) otonomi asli,
memiliki makna bahwa kewenangan pemerintahan desa dalam mengatur dan mengurus
masyarakat setempat didasarkan pada hak asal usul dan nilai-nilai sosial budaya
yang terdapat pada masyarakat setempat namun hares diselenggarakan dalam
perspektif adiminstrasi pemerintahan negara yang selalu mengiuti perkembangan
jaman, (4) Demokratisasi, memiliki makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan
pelaksanaan pembangunan di Desa hams mengakomodasi aspirasi masyarakat yang
diartikulasi dan diagregasi melalui BPD dan Lembaga Kemasyarakatan sebagai
mitra Pemerintah Desa. (5) Pemberdayaan masyarakat, memiliki makna bahwa
penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di Desa ditujukan
untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat melalui penetapan
kebijakan, program dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas
kebutuhan masyarakat.
Dalam Undang-Undang Nomor
8 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa Desa atau yang disebut dengan nama lain
selanjutnya disebut Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batasbatas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan
dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Selanjutnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Perubahan atas
Undang-ilndang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah mengakui adanya
otonomi yang dimiliki oleh desa dan kepada desa dapat diberikan penugasan
ataupun pendelegasian dari pemerintah ataupun pemerintah daerah untuk
melaksanakan urusan pemerintah tertentu. Sedang terhadap desa diluar desa
gineologis yaitu desa yang bersifat administratif seperti desa yang dibentuk
karena pemekaran desa atau karena transmigrasi ataupun karena alasan lain yang
warganya pluralistis, majemuk ataupun heterogen, maka otonomi desa yang
merupakan hak, wewenang, dan kewajiban untuk mengatur dan menguius sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal usul dan
nilai-nilai sosial budaya yang ada pada masyarakat setempat diberikan
kesempatan untuk tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan desa itu sendiri.
Dengan demikian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Desa mencakup
urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul Desa, urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota yang diserahkan
pdngaturannya kepada Desa, tugas pembantuan dari Pemerintah dan Pemerintah
Daerah, urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan yang
diserahkan kepada Desa.
Dalam rangka melaksanakan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan desa dan untuk peningkatan pelayanan serta
pemberdayaan masyarakat, desa mempunyai sumber pendapatan yang terdiri atas
pendapatan asli Desa, bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota,
bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh
kabupaten/kota, bantuan dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta hibah dan
sumbangan dari pihak ketiga.
Sumber pendapatan yang berasal dari bagi hasil pajak daerah dan retribusi
daerah diberikan kepada desa paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) diluar
upah pungut, dan bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang
diterima oleh kabupaten/kota diberikan kepada desa paling sedikit 10% (sepuluh
per seratus), sedangkan bantuan Pemerintah Provinsi kepada desa diberikan
sesuai dengan kemampuan dan perkembangan keuangan provinsi bersangkutan.
Bantuan tersebut lebih diarahkan untuk percepatan atau akselerasi pembangunan
desa. Sumber pendapatan lain yang dapat diusahakan oleh desa berasal dari Badan
Usaha Milik Desa, pengelolaan pasar desa, pengelolaan kawasan wisata skala
desa, pengeloaan galian C dengan tidak menggunakan alat berat dan sumber
lainnya.
Kepala desa dipilih langsung oleh
dan dari penduduk desa warga negara Republik Indonesia yang memenuhi
persyaratan dengan masa jabatan 6 (enam) tahun dan dapat dipilih kembali hanya
untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Pemilihan Kepala Desa dalam
kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup
dan diakui keberadaannya berlaku ketentuan hukum adat setempat, yang diterapkan
dalam Peraturan Daerah dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Kepala Desa
pada dasarnya bertanggungjawab kepada rakyat desa yang prosedur pertanggungjawabannya
disampaikan kepada Bupati/Walikota melalui Camat. Kepada BPD, Kepala Desa wajib
memberikan keterangan laporan pertanggungjawaban dan kepada rakyat menyampaikan
informasi pokok-pokok pertanggungjawabannya, namun tetap memberikan peluang
kepada masyarakat melalui BPD untuk menanyakan dan/atau meminta keterangan
lebih lanjut hal-hal yang bertalian dengan pertanggungjawaban dimaksud.
Sekretaris Desa diisi dari
Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan. Sekretaris Desa yang ada selama
ini bukan PNS dan memenuhi persyaratan secara bertahap diangkat menjadi PNS
sesuai peraturan perundangundangan.
Badan Permusyawaratan Desa,
berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat dan disamping itu BPD mempunyai fungsi
mengawasi pelaksanaan peraturan desa dalam rangka pemantapan pelaksanaan
kinerja pemerintah desa. Keanggotaan BPD terdiri dari wakil penduduk desa
bersangkutan yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Yang dimaksud
dengan wakil masyarakat dalam hal ini seperti ketua rukun warga, pemangku adat
dan tokoh masyarakat. Masa jabatan BPD 6 (enam) tahun dan dapat dipilih kembali
untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
Di Desa dapat dibentuk Lembaga Kemasyarakatan seperti rukun
tetangga, rukuri warga, PKK, karang taruna dan lembaga pemberdayaan masyarakat.
Lembaga kemasyarakatan bertugas membantu pemerintah desa dan merupakan mitra
dalam memberdayakan masyarakat. Lembaga masyarakat di desa berfungsi sebagai
wadah partisipasi dalam pengelolaan pembangunan agar terwujud demokratisasi dan
transparansi pembangunan pada tingkat masyarakat serta untuk mendorong,
memotivasi, menciptakan akses agar masyarakat lebih berperan aktif dalam
kegiatan pembangunan.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
Pembentukan desa dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan publik
guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
Ayat (2)
Pembentukan Desa barn wajib memperhatikan jumlah penduduk seperti
untuk wilayah Jawa dan Bali paling sedikit 1500 jiwa atau 300 KK, Wilayah
Sumatera dan Sulawesi paling sedikit 1000 jiwa atau 200 KK, wilayah Kalimantan,
NTB, NTT, Maluku, Papua paling sedikit 750 jiwa atau 75 KK.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Ayat (4)
Cukup
jelas.
Ayat (5)
Yang
dimaksud dengan dihapus adalah tindakan meniadakan desa yang ada.
Pasal 3
Ayat (1)
Pembentukan dusun atau sebutan lain dapat dilakukan apabila desa
bersangkutan sangat luas sehingga memudahkan terselenggaranya pelayanan
pemerintahan yang efisien dan efektif.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Pasal 4
Cukup
jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan memperhatikan saran masyarakat adalah usulan
disetujui paling sedikit dua pertiga penduduk desa yang mempunyai hak pilih.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan potensi dan kondisi ekonomi, sosial budaya
masyarakat adalah jenis dan jumlah usaha jasa dan produksi, keanekaragaman
status penduduk, mata pencaharian, perubahan nilai agraris ke jasa industri dan
meningkatnya volume pelayanan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan pegawai negeri sipil dalam ketentuan ini
adalah pegawai negeri sipil yang tersedia di Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
Ayat (4)
Cukup
jelas.
Ayat (5)
Cukup
jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan dikelola oleh kelurahan adalah dalam
perencanaan, pelaksanaan dan pemanfaatan melibatkan masyarakat kelurahan.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Pasal 7
Huruf a
Yang dimaksud dengan kewenangan berdasarkan hak asal-usul desa
adalah hak untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan asal usul, adat istiadat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan
peraturan perundangundangan seperti subak, jogoboyo, jogotirto, sasi, mapalus,
kaolotan, kajaroan, dan lain-lain. Pemerintah daerah mengidentifikasi jenis
kewenangan berdasarkan hak asal-usul dan mengembalikan kewenangan tersebut,
yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Huruf b
Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan identifikasi, pembahasan dan
penetapan jenis-jenis kewenangan yang diserahkan pengaturannya kepada desa,
seperti kewenangan dibidang pertanian, pertambangan dan energi, kehutanan dan
perkebunan, perindustrian dan perdagangan, perkoperasian, ketenagakerjaan,
kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, sosial, pekerjaan umum, perhubungan,
lingkungan hidup, perikanan, politik dalam negeri dan administrasi publik,
otonomi desa, perimbangan keuangan, tugas pembantuan, pariwisata, pertanahan,
kependudukan, kesatuan bangsa dan perlindungan masyarakat, perencanaan,
penerangan/informasi dan komunikasi.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup
jelas.
Pasal 8
Cukup
jelas.
Pasal
9
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Pelaksanaan
kewenangan Kabupaten/Kota yang diserahkan kepada Desa disertai dengan
pembiayaan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kabupaten/Kota.
Pasal 10
Cukup
jelas.
Pasal 11
Cukup
jelas.
Pasal 12
Cukup
jelas.
Pasal 13
Cukup
jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Yang
dimaksud dengan "urusan pemerintahan" antara lain pengaturan
kehidupan masyarakat sesuai dengan kewenangan desa seperti pembuatan peraturan
desa, pembentukan lembaga kemasyarakatan, pembentukan Badan Usaha Milik Desa,
kerjasama antar desa.
Yang
dimaksud dengan "urusan pembangunan" antara lain pemberdayaan
masyarakat dalam penyediaan sarana prasarana fasilitas umum desa seperti jalan
desa, jembatan desa, irigasi desa, pasar desa.
Yang
dimaksud dengan "urusan kemasyarakatan" antara lain pemberdayaan
masyarakat melalui pembinaan kehidupan sosial budaya masyarakat seperti bidang
kesehatan, perrdidikan, adat istiadat.
Ayat (2)
Huruf
a
Cukup
jelas.
Huruf b
Cukup
jelas.
Huruf c
Cukup
jelas.
Huruf d
Cukup
jelas.
Huruf e
Cukup
jelas.
Huruf f
Cukup
jelas.
Huruf g
Yang dimaksud dengan mengoordinasikan pembangunan desa secara
partisipatif adalah memfasilitasi dalam perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan,
pengembangan, dan pelestarian pembangunan di desa.
Huruf h
Cukup
jelas.
Huruf I
Cukup
jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Huruf a
Cukup
jelas.
Huruf b
Cukup
jelas.
Huruf c
Cukup
jelas.
Huruf d
Cukup
jelas.
Huruf e
Cukup
jelas.
Huruf f
Cukup
jelas.
Huruf g
Cukup
jelas.
Huruf h
Cukup
jelas.
Huruf I
Cukup
jelas.
Huruf j
Cukup
jelas.
Huruf k
Untuk
mendamaikan perselisihan, kepala desa dapat dibantu oleh lembaga adat desa.
Huruf 1
Cukup
jelas.
Huruf m
Cukup
jelas.
Huruf n
Cukup
jelas.
Huruf o
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "laporan penyelenggaraan pemerintahan
desa" adalah laporan semua kegiatan desa berdasarkan kewenangan desa yang
ada, serta tugas-tugas dan keuangan dari pemerintah, pemerintah propinsi,
pemerintah kabupaten/kota.
Yang dimaksud dengan "memberikan keterangan
pertanggungjawaban" adalah keterangan seluruh proses pelaksanaan
peraturan-peraturan desa termasuk APBDes.
Yang dimaksud dengan "menginformasikan laporan
penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat" adalah memberikan
informasi berupa pokok-pokok kegiatan.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Ayat (4 )
BPD dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritis atas laporan
keterangan pertanggungjawaban Kepala Desa, tetapi tidak dalam kapasitas menolak
atau menerima.
Ayat (5)
Cukup
jelas.
Ayat (6)
Yang
dimaksud pembinaan dapat berupa pemberian sanksi dan/atau penghargaan.
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan "laporan akhir masa jabatan" adalah
laporan penyelenggaraan pemerintahan desa.
Laporan penyelenggaraan pemerintahan desa disampaikan kepada
Bupati/ Walikota dan BPD selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya
masa jabatan.
Pasal 16
Cukup
jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup
jelas.
huruf b
Tidak
dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan dan atau berhalangan tetap secara
berturut-turut selama 6 (enam) bulan, tidak termasuk dalam rangka melaksanakan
tugas dalam rangka kegiatan yang berkaitan dengan pemerintahan.
Huruf c
Cukup
jelas.
Huruf d
Pernyataan
melanggar sumpah/janji jabatan ditetapkan dengan Keputusan Pengadilan.
Huruf e
Cukup
jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Ayat (4)
Cukup
jelas.
Ayat (5)
Cukup
jelas.
Ayat (6)
Cukup
jelas.
Ayat (7)
Cukup
jelas.
Pasal 18
Cukup
jelas.
Pasal 19
Cukup
jelas.
Pasal 20
Cukup
jelas.
Pasal 21
Cukup
jelas.
Pasal 22
Cukup
jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Ayat
(3)
Pemberitahuan secara tertulis dapat didahului dengan pemberitahuan
lisan melalui alat komunikasi.
Pasal 24
Cukup
jelas.
Pasal 25
Cukup
jelas.
Pasal 26
Cukup
jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "perangkat desa" yang menerima
penghasilan tetap dalam ketentuan ini tidak termasuk Sekretaris Desa yang
berstatus Pegawai Negeri Sipil.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Pasal
28
Cukup
jelas.
Pasal 29
Cukup
jelas.
Pasal 30
Cukup
jelas.
Pasal 31
Cukup
jelas.
Pasal 32
Cukup
jelas.
Pasal 33
Cukup
jelas.
Pasal 34
Cukup
jelas.
Pasal 35
Cukup
jelas.
Pasal 36
Cukup
jelas.
Pasal 37
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Huruf a
Cukup
jelas.
Huruf b
Cukup
jelas.
Huruf c
Cukup
jelas.
Huruf d
Cukup
jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan "memproses pemilihan kepala desa"
adalah membentuk panitia pemilihan, menetapkan calon kepala desa yang berhak
dipilih, menetapkan calon kepala desa terpilih dan mengusulkan calon kepala
desa terpilih kepada Bupati/Walikota untuk disyahkan menjadi kepala desa
terpilih.
Huruf f
Cukup
jelas.
Huruf g
Cukup
jelas.
Huruf h
Cukup
jelas.
Pasal 38
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "hal tertentu" adalah rapat BPD
yang akan membahas dan memutuskan kebijakan yang bersifat prinsip dan strategic
bagi kepentingan masyarakat desa seperti usul pemberhentian kepala desa dan
melakukan pinjaman.
Ayat
(4)
Cukup
jelas.
Pasal 39
Cukup
jelas.
Pasal 40
Cukup
jelas.
Pasal 41
Cukup
jelas.
Pasal 42
Cukup
jelas.
Pasal 43
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "memproses pemilihan kepala desa"
adalah membentuk panitia pemilihan, menetapkan calon kepala desa yang berhak
dipilih, menetapkan calon kepala desa terpilih dan mengusulkan calon kepala
desa terpilih kepada Bupati/Walikota untuk disyahkan menjadi kepala desa
terpilih.
Pasal 44
Huruf a
Yang dimaksud dengan "bertakwa" dalam ketentuan ini
dalam arti taat menjalankan kewajiban agamanya.
Huruf b
Yang dimaksud dengan
"setia" adalah tidak pernah terlibat gerakan sparatis, tidak pernah
melakukan gerakan secara inkonstitusional atau dengan kekerasan untuk mengubah
Dasar Negara serta tidak pernah melanggar Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Yang
dimaksud dengan "setia kepada Pemerintah" adalah yang mengakui
pemerintahan yang sah menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Huruf c
Cukup
jelas.
Huruf d
Cukup
jelas.
Huruf e
Cukup
jelas.
Huruf f
Yang
dimaksud dengan "penduduk desa setempat" adalah penduduk yang memiliki
Kartu Tanda Penduduk Desa bersangkutan atau memiliki tanda bukti yang sah
sebagai penduduk desa bersangkutan.
Huruf g
Cukup
jelas.
Huruf h
Cukup
jelas.
Huruf i
Yang
dimaksud dengan "masa jabatan paling lama 10 (sepuluh) tahun" adalah
masa jabatan yang ditetapkan oleh Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berdasarkan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Yang
dimaksud dengan "dua kali masa jabatan" adalah seseorang yang
menjabat sebagai Kepala Desa selama dua kali masa jabatan baik secara
berturut-turut maupun tidak.
Huruf j.
Cukup
jelas.
Pasal 45
Cukup
jelas.
Pasal 46
Cukup
jelas.
Pasal 47
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "tokoh masyarakat" adalah tokoh
adat, tokoh agama, tokoh wanita, tokoh pemuda dan pemuka-pemuka masyarakat
lainnya.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Pasal 48
Cukup
jelas.
Pasal 49
Cukup
jelas.
Pasal 50
Cukup
jelas.
Pasal 51
Cukup
jelas.
Pasal 52
Cukup
jelas.
Pasal 53
Cukup
jelas.
Pasal 54
Ayat (1)
Pengaturan mengenai masa jabatan, tata cara pemilihan, pencalonan,
pengangkatan, pelantikan, dan pemberhentian kepala desa pada kesatuan
masyarakat hukum adat disesuaikan dengan ketentuan hukum adat setempat.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Pasal 55
Cukup
jelas.
Pasal 56
Cukup
jelas.
Pasal 57
Hak
masyarakat dalam ketentuan ini dilaksanakan sesuai tata tertib BPD.
Pasal 58
Cukup
jelas.
Pasal 59
Cukup
jelas.
Pasal 60
Cukup
jelas.
Pasal 61
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "evaluasi" dalam ketentuan ini
adalah bertujuan untuk tercapainya keserasian antara kebijakan desa dan
kebijakan daerah, keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan aparatur
desa.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Pasal 62
Cukup
jelas.
Pasal 63
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "partisipatif" dalam ketentuan ini
adalah melibatkan pihak terkait dalam penyusunan perencanaan pembangunan desa.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "lembaga kemasyarakatan desa"
seperti rukun tetangga, rukun warga, karang taruna, PKK, Lembaga Pemberdayaan
Masyarakat.
Pasal 64
Cukup
jelas.
Pasal 65
Cukup
jelas.
Pasal 66
Cukup
jelas.
Pasal 67
Cukup
jelas.
Pasal 68
Cukup
jelas.
Ayat (1)
Huruf a
Cukup
jelas.
Huruf b
Dari bagi hasil pajak daerah
Kabupaten/Kota paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) diberikan langsung
kepada Desa.
Dari retribusi Kabupaten/Kota
sebagian diperuntukkan bagi desa yang dialokasikan secara proporsional.
Huruf c
Yang dimaksud dengan Magian dari dana perimbangan keuangan pusat
dan daerah" adalah terdiri dari dana bagi hasil pajak dan sumberdaya alam
ditambah dana alokasi umum setelah dikurang belanja pegawai.
Dana dari Kabupaten/Kota diberikan langsung kepada Desa untuk
dikelola oleh Pemerintah Desa, dengan ketentuan 30% (tigapuluh per seratus)
digunakan untuk biaya operasional pemerintah desa dan BPD dan 70% (tujuh puluh
per seratus) digunakan untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat.
Huruf d
Bantuan dari Pemerintah diutamakan untuk tunjangan penghasilan
Kepala Desa dan Perangkat Desa. Bantuan dari Propinsi dan kabupaten/kota
digunakan untuk percepatan atau akselerasi pembangunan Desa.
Huruf e
Yang dimaksud dengan "sumbangan dari pihak ketiga" dapat
berbentuk hadiah, donasi, wakaf, dan atau lain-lain sumbangan serta pemberian
sumbangan dimaksud tidak mengurangi kewajiban pihak penyumbang.
Yang dimaksud dengan "wake' dalam ketentuan ini adalah
perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta
benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu
sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum
menurut syariah.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Pasal 69
Cukup
jelas.
Pasal 70
Cukup
jelas.
Pasal 71
Cukup
jelas.
Pasal 72
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Pasal 73
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Pasal 74
Cukup
jelas.
Pasal 75
Ayat (1)
Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat
dinilai dengan uang dan segala sesuatu berupa uang dan barang yang dapat
dijadikan milik desa yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban
tersebut.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Pasal 76
Cukup
jelas.
Pasal 77
Cukup
jelas.
Pasal 78
Ayat (1)
Yang
dimaksud dengan kebutuhan dan potensi desa adalah :
a.
kebutuhan masyarakat terutama dalam
pemenuhan kebutuhan pokok;
b.
tersedia sumberdaya desa yang
belum dimanfaatkan secara optimal terutama kekayaan desa;
c.
tersedia sumberdaya manusia yang
mampu mengelola badan usaha sebagai aset penggerak perekonomian masyarakat;
d.
adanya unit-unit usaha masyarakat
yang merupakan kegiatan ekonomi warga masyarakat yang dikelola secara parsial
dan kurang terakomodasi;
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Yang tergolong "badan hukum" dapat berupa lembaga
bisnis, yaitu unit usaha yang kepemilikan sahamnya berasal dari Pemerintah Desa
dan masyarakat seperti usaha mikro kecil dan menengah, lembaga keuangan mikro
perdesaan (usaha ekonomi desa simpan pinjam, badan kredit desa, lembaga simpan
pinjarn berbasis masyarakat, lembaga perkreditan desa, lumbung pitih nagari dan
sebagainya).
Pasal 79
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "usaha desa" adalah jenis usaha
yang meliputi pelayanan ekonomi desa seperti :
a.
usaha jasa yang meliputi jasa
keuangan, jasa angkutan darat dan air, listrik desa, dan usaha lain yang
sejenis.
b.
Penyaluran sembilan bahan pokok
ekonomi desa
c.
perdagangan hasil pertanian
meliputi tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan agrobisnis.
d.
Industri dan kerajinan rakyat.
Sedangkan yang dimaksud dengan "dikelola oleh Pemerintah Desa
dan masyarakat", adalah pemilikan modal dan pengelolaan dilakukan oleh
Pemerintah Desa dan masyarakat.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "permodalan dari Pemerintah Desa"
adalah penyertaan modal pada Badan Usaha Milik Desa dari kekayaan desa yang
dipisahkan.
Huruf b
Cukup
jelas.
Huruf c
Cukup
jelas.
Huruf d
Cukup
jelas.
Huruf e
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengara "kepengurusan Badan Usaha Milik Desa
terdiri dari Pemerintah Desa dan masyarakat" adalah Pemerintah Desa
sebagai unsur penasehat (komisaris) dan masyarakat sebagai unsur pelaksana
operasional (direksi).
Pasal 80
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "mendapatkan persetujuan BPD" dalam
ketentuan ini adalah persetujuan tertulis dari BPD setelah diadakan rapat
khusus untuk itu.
Pasal 81
Cukup
jelas.
Pasal 82
Ayat (1)
Dalam ketentuan ini bentuk kerja sama dapat dilakukan dengan
membentuk perjanjian bersama atau membentuk peraturan bersama.
Ayat (2)
Lihat
penjelasan Pasal 80 ayat (2).
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Pasal 83
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pihak ketiga" antara lain Lembaga,
Badan Hukum, dan perorangan diluar pemerintah desa.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Pasal 84
Pembentukan Badan Kerja Sama disesuaikan dengan kebutuhan dan
memperhatikan cakupan obyek kerja sama, pembiayaan atau kompleksitas jenis
kegiatan.
Pasal 85
Cukup
jelas.
Pasal 86
Cukup
jelas.
Pasal 87
Ayat (1)
cukup
jelas.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Dalam hal berperkara di pengadilan, pemerintah desa dapat diwakili
oleh pihak yang ditunjuk oleh Kepala Desa.
Pasal 88
Cukup
jelas.
Pasal 89
Ayat (1)
Lembaga kemasyarakatan dalam ketentuan ini misalnya Rukun
Tetangga, Rukun Warga, Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga, Karang Taruna,
lembaga pemberdayaan masyarakat (LPM) atau sebutan lain.
Yang dimaksud dengan "dapat dibentuk" adalah didasarkan
atas pertimbangan bahwa kehadiran lembaga tersebut sangat dibutuhkan oleh
masyarakat, maksud dan tujuannya jelas, bidang- kegiatannya tidak tumpang
tindih dengan lembaga yang sudah ada.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Pasal 90
Cukup
jelas.
Pasal 91
Huruf a.
Yang diimaksud dengan "menyusun rencana pembangunan secara
partisipatif" adalah proses perencanaan pembangunan yang melibatkan
berbagai unsur masyarakat terutama kelompok masyarakat miskin dan perempuan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan
melaksanakan, mengendalikan, memanfaatkan, memelihara dan mengembangkan
pembangunan secara partisipatif adalah dengan melibatkan masyarakat secara
demokratis, terbuka dan bertanggung jawab untuk rnemperoleh manfaat yang
maksimal bagi masyarakat serta terselenggaranya pembangunan berkelanjutan.
Huruf c.
Yang dimaksud dengan
"menggerakkan dan mengembangkan partisipasi, gotong royong dan swadaya
masyarakat" adalah Penumbuhkembangan dan penggerakan prakarsa, partisipasi
serta swadaya gotong royong masyarakat yang dilakukan oleh Kader Pemberdayaan
Masyarakat atau sebutan lain.
Huruf d
Yang dimaksud dengan
"menumbuhkembangkan kondisi dinamis" adalah untuk mempercepat
terwujudnya kemandirian masyarakat.
Pasal 92
Cukup
jelas.
Pasal 93
Huruf a
Cukup
jelas.
Huruf b
Cukup
jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "pengembangan kemitraan" adalah
mengembangkan kerjasama yang saling menguntungkan, saling percaya dan saling
mengisi.
Huruf d
Cukup
jelas.
Huruf e
Cukup
jelas.
Pasal 94
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "mempunyai kemauan" adalah minat
dan sikap seseorang untuk melakukan sesuatu kegiatan dengan sukarela.
Yang dimaksud dengan "kemampuan" adalah kesadaran atau
keyakinan pada dirinya bahwa dia mempunyai kemampuan, bisa berupa pikiran,
tenaga/waktu, atau sarana dan material lainnya.
Yang dimaksud dengan "Kepedulian" adalah sikap atau
prilaku seseorang terhadap hal-hal yang bersifat khusus, pribadi dan strategis
dengan ciri keterkaitan, keinginan dan aksi untuk melakukan sesuatu kegiatan.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Pasal 95
Cukup
jelas.
Pasal 96
Cukup
jelas.
Pasal 97
Cukup
jelas.
Pasal 98
Cukup
jelas.
Pasal 99
Huruf a.
Cukup
jelas.
Huruf b.
Cukup
jelas.
Huruf c.
Cukup
jelas.
Huruf d.
Cukup
jelas.
Huruf e.
Cukup
jelas.
Huruf f.
Cukup
jelas.
Huruf g.
Cukup
jelas.
Huruf h.
Cukup
jelas.
Huruf i.
Cukup
jelas.
Huruf j
Cukup
jelas.
Huruf k
Yang dimaksud dengan upaya
percepatan atau akselerasi pembangunan perdesaan seperti penanggulangan
kemiskinan, penanganan bencana, peningkatan ekonomi masyarakat, peningkatan
prasarana perdesaan, pemanfaatan sumber daya alam dan teknologi tepat guna,
pengembangan sosial budaya pedesaan.
Huruf 1
Cukup
jelas.
Pasal 100
Huruf a.
Cukup
jelas.
Huruf b.
Cukup
jelas.
Huruf c.
Cukup
jelas.
Huruf d.
Cukup
jelas.
Huruf e.
Cukup
jelas.
Huruf f.
Cukup
jelas.
Huruf g.
Cukup
jelas.
Huruf h
Cukup
jelas.
Huruf i
Yang dimaksud dengan upaya percepatan atau akselerasi pembangunan
perdesaan seperti penanggulangan kemiskinan, penanganan bencana, peningkatan
ekonomi masyarakat, peningkatan prasarana perdesaan, pemanfaatan sumber daya
alam dan teknologi tepat guna, pengembangan sosial budaya pedesaan pada skala
provinsi.
Pasal 101
Huruf a.
Cukup
jelas.
Huruf b.
Cukup
jelas.
Huruf c.
Cukup
jelas.
Huruf d.
Cukup
jelas.
Huruf e.
Cukup
jelas.
Huruf f.
Cukup
jelas.
Huruf g.
Cukup
jelas.
Huruf h
Cukup
jelas.
Huruf i.
Cukup
jelas.
Huruf j.
Cukup
jelas.
Huruf k.
Cukup
jelas.
Huruf 1.
Cukup
jelas.
Huruf m
Cukup
jelas.
Huruf n
Cukup
jelas.
Huruf o
Cukup
Jelas.
Huruf p
Yang dimaksud dengan upaya percepatan atau akselerasi pembangunan
perdesaan seperti penanggulangan kemiskinan, penanganan bencana, peningkatan
ekonomi masyarakat, peningkatan prasarana perdesaan, pemanfaatan sumber daya
alam dan teknologi tepat guna, pengembangan sosial budaya pedesaan pada skala
Kabupaten/Kota.
Pasal 102
Huruf a.
Cukup
jelas.
Huruf b.
Cukup
jelas.
Huruf c.
Cukup
jelas.
Huruf d.
Cukup
jelas.
Huruf e.
Cukup
jelas.
Huruf f.
Cukup
jelas.
Huruf g.
Cukup
jelas.
Huruf h
Cukup
jelas.
Huruf i
Yang dimaksud dengan "pembangunan partisipatif" adalah
fasilitasi perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan pemeliharaan serta
peragembangan tindak lanjut pembangunan secara partisipatif.
Huruf j
Cukup
jelas.
Huruf k
Cukup
jelas.
Huruf l
Cukup
jelas.
Huruf m
Cukup
jelas.
Huruf n
Cukup
jelas.
Pasal 103
Cukup
jelas.
Pasal 104
Cukup
Jelas.
Pasal 105
Cukup
jelas.
Pasal 106
Cukup
jelas.
Pasal 107
Cukup
jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4587
-----------------------------------------------------------------
RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 73 TAHUN 2005
TENTANG
KELURAHAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
NOMOR 73 TAHUN 2005
TENTANG
KELURAHAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4493) yang telah ditetapkan dengan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548), perlu
ditetapkan Peraturan Pemerintah Tentang Kelurahan;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4493) yang telah ditetapkan dengan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4548);
MEMUTUSKAN : . . .
- 2 -
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KELURAHAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah
Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia;
2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota,
dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah.
3. Pemerintahan Daerah adalah Penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut
DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4493) yang telah ditetapkan dengan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548), perlu
ditetapkan Peraturan Pemerintah Tentang Kelurahan;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4493) yang telah ditetapkan dengan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4548);
MEMUTUSKAN : . . .
- 2 -
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KELURAHAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah
Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia;
2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota,
dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah.
3. Pemerintahan Daerah adalah Penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut
DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
5. Kelurahan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat
Daerah Kabupaten/Kota dalam wilayah kerja Kecamatan.
6. Lembaga Kemasyarakatan atau sebutan lain adalah lembaga
yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan
dan merupakan mitra lurah dalam memberdayakan
masyarakat.
7. Menteri adalah Menteri Dalam Negeri.
BAB II
PEMBENTUKAN
Pasal 2
(1) Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan.
(2) Pembentukan kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat berupa penggabungan beberapa kelurahan atau
bagian . . .
- 3 -
bagian kelurahan yang bersandingan, atau pemekaran dari
satu kelurahan menjadi dua kelurahan atau lebih.
(3) Pembentukan kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus sekurang-kurangnya memenuhi syarat :
a. jumlah penduduk;
b. luas wilayah;
c. bagian wilayah kerja;
d. sarana dan prasarana pemerintahan.
(4) Kelurahan yang kondisi masyarakat dan wilayahnya tidak
lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dapat dihapus atau digabung.
(5) Pemekaran dari satu kelurahan menjadi dua kelurahan
atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
dilakukan setelah mencapai paling sedikit 5 (lima) tahun
penyelenggaraan pemerintahan kelurahan.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan,
penghapusan dan penggabungan kelurahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat
(5) diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
dengan berpedoman pada Peraturan Menteri.
BAB III
KEDUDUKAN DAN TUGAS
Pasal 3
(1) Kelurahan merupakan perangkat daerah Kabupaten/Kota
yang berkedudukan di wilayah kecamatan.
(2) Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin
oleh Lurah yang berada di bawah dan bertanggungjawab
kepada Bupati/Walikota melalui Camat.
(3) Lurah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat oleh
Bupati/Walikota atas usul Camat dari Pegawai Negeri
Sipil.
(4) Syarat-syarat lurah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi:
a. Pangkat/golongan minimal Penata (III/c).
b. Masa kerja minimal 10 tahun.
c. Kemampuan teknis dibidang administrasi
pemerintahan dan memahami sosial budaya
masyarakat setempat.
Pasal 4 . . .
- 4 -
Pasal 4
(1) Lurah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2)
mempunyai tugas pokok menyelenggarakan urusan
pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.
(2) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Lurah
melaksanakan urusan pemerintahan yang dilimpahkan
oleh Bupati/Walikota.
(3) Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) disesuaikan dengan kebutuhan kelurahan dengan
memperhatikan prinsip efisiensi dan peningkatan
akuntabilitas.
(4) Pelimpahan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) disertai dengan sarana, prasarana,
pembiayaan dan personil.
(5) Pelimpahan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) ditetapkan dalam Peraturan
Bupati/Walikota dengan berpedoman pada Peraturan
Menteri.
Pasal 5
(1) Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4, Lurah mempunyai tugas:
a. pelaksanaan kegiatan pemerintahan kelurahan;
b. pemberdayaan masyarakat;
c. pelayanan masyarakat;
d. penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum;
e. pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan
umum; dan
f. pembinaan lembaga kemasyarakatan.
BAB IV
SUSUNAN ORGANISASI
Pasal 6
(1) Kelurahan terdiri dari Lurah dan perangkat kelurahan
(2) Perangkat kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri dari Sekretaris Kelurahan dan Seksi sebanyakbanyaknya
4 (empat) Seksi serta jabatan fungsional.
(3) Dalam . . .
- 5 -
(3) Dalam melaksanakan tugasnya, Perangkat Kelurahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertanggungjawab
kepada Lurah.
(4) Perangkat Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), diisi dari Pegawai Negeri Sipil yang diangkat oleh
Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota atas usul Camat.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur organisasi dan
tata kerja kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
BAB V
TATA KERJA
Pasal 7
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, lurah melakukan
koordinasi dengan Camat dan instansi vertikal yang berada di
wilayah kerjanya.
Pasal 8
(1) Pimpinan satuan kerja tingkat kelurahan bertanggungjawab
memimpin dan mengkoordinasikan pelaksanaan tugas
pokok dan fungsi masing-masing.
(2) Setiap pimpinan satuan kerja di Kelurahan wajib membina
dan mengawasi bawahannya masing-masing.
BAB VI
KEUANGAN
Pasal 9
(1) Keuangan Kelurahan bersumber dari:
a. APBD Kabupaten/Kota yang dialokasikan sebagaimana
perangkat daerah lainnya;
b. Bantuan Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah
Kabupaten/Kota, dan bantuan pihak ketiga
c. Sumber-sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
(2) Alokasi . . .
- 6 -
(2) Alokasi anggaran Kelurahan yang berasal dari APBD
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a memperhatikan faktor-faktor, sekurangkurangnya:
a. jumlah penduduk;
b. kepadatan penduduk;
c. luas wilayah;
d. kondisi geografis/karakteristik wilayah;
e. jenis dan volume pelayanan; dan
f. besaran pelimpahan tugas yang diberikan.
BAB VII
LEMBAGA KEMASYARAKATAN
Bagian Kesatu
Pembentukan
Pasal 10
(1) Di kelurahan dapat dibentuk lembaga kemasyarakatan.
(2) Pembentukan lembaga kemasyarakatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas prakarsa
masyarakat melalui musyawarah dan mufakat.
Bagian Kedua
Tugas, Fungsi, dan Kewajiban
Pasal 11
Lembaga Kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10 mempunyai tugas membantu lurah dalam pelaksanaan
urusan pemerintahan, pembangunan, sosial kemasyarakatan
dan pemberdayaan masyarakat.
Pasal 12 . . .
- 7 -
Pasal 12
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 lembaga kemasyarakatan mempunyai fungsi:
a. penampungan dan penyaluran aspirasi masyarakat;
b. penanaman dan pemupukan rasa persatuan dan kesatuan
masyarakat dalam kerangka memperkokoh Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
c. peningkatan kualitas dan percepatan pelayanan
pemerintahan kepada masyarakat;
d. penyusun rencana, pelaksana dan pengelola pembangunan
serta pemanfaat, pelestarian dan pengembangan hasil-hasil
pembangunan secara partisipatif;
e. penumbuhkembangan dan penggerak prakarsa dan
partisipasi, serta swadaya gotong royong masyarakat;
f. penggali, pendayagunaan dan pengembangan potensi
sumber daya serta keserasian lingkungan hidup;
g. pengembangan kreatifitas, pencegahan kenakalan,
penyalahgunaan obat terlarang (Narkoba) bagi remaja;
h. pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan keluarga;
i. pemberdayaan dan perlindungan hak politik masyarakat;
dan
j. pendukung media komunikasi, informasi, sosialisasi antara
pemerintah desa/kelurahan dan masyarakat.
Pasal 13
Lembaga kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10 mempunyai kewajiban:
a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila,
melaksanakan Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan
memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
b. menjalin hubungan kemitraan dengan berbagai pihak yang
terkait;
c. mentaati seluruh peraturan perundang-undangan;
d. menjaga etika dan norma dalam kehidupan bermasyarakat;
dan
e. membantu . . .
- 8 -
e. membantu Lurah dalam pelaksanaan kegiatan
pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.
Bagian Ketiga
Kegiatan
Pasal 14
Lembaga kemasyarakatan mempunyai kegiatan:
a. peningkatan pelayanan masyarakat;
b. peningkatan peran serta masyarakat dalam pembangunan;
c. pengembangan kemitraan;
d. pemberdayaan masyarakat meliputi bidang politik,
ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan hidup; dan
e. peningkatan kegiatan lainnya sesuai kebutuhan dan
kondisi masyarakat setempat.
Pasal 15
Pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
dikelola oleh lembaga kemasyarakatan melalui sistem
manajemen pembangunan kelurahan yang partisipatif.
Bagian Keempat
Kepengurusan dan Keanggotaan
Pasal 16
(1) Pengurus lembaga kemasyarakatan dipilih secara
musyawarah dari anggota masyarakat yang mempunyai
kemauan, kemampuan dan kepedulian.
(2) Susunan dan jumlah pengurus disesuaikan dengan
kebutuhan.
Pasal 17 . . .
- 9 -
Pasal 17
(1) Keanggotaan lembaga kemasyarakatan adalah warga
Negara Republik Indonesia, penduduk kelurahan yang
bersangkutan.
(2) Keanggotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disesuaikan dengan bidang lembaga kemasyarakatan.
Bagian Kelima
Tata Kerja
Pasal 18
Tata kerja lembaga kemasyarakatan kelurahan dengan Lurah
bersifat konsultatif dan koordinatif.
Pasal 19
(1) Hubungan kerja antar lembaga kemasyarakatan bersifat
koordinatif dan konsultatif.
(2) Hubungan kerja lembaga kemasyarakatan dengan pihak
ketiga bersifat kemitraan.
Bagian Keenam
Pendanaan
Pasal 20
Sumber pendanaan lembaga kemasyarakatan dapat diperoleh
dari :
a. Swadaya masyarakat;
b. Bantuan dari Anggaran Pemerintah Kelurahan;
c. Bantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi,
Pemerintah Kabupaten/Kota; dan/atau
d. Bantuan lainnya yang sah dan tidak mengikat.
Pasal 21 . . .
- 10 -
Pasal 21
(1) Departemen, Lembaga Non Departemen, Dinas, Badan,
Lembaga Teknis Daerah dan Kantor yang mempunyai
kegiatan dibidang pemberdayaan masyarakat di
kelurahan dapat menggunakan lembaga kemasyarakatan.
(2) Pelaksanaan kegiatan dibidang pemberdayaan
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui sistem manajemen pembangunan
kelurahan.
Pasal 22
(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai Lembaga
Kemasyarakatan di Kelurahan diatur dengan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sekurang-kurangnya memuat :
a. mekanisme pembentukan mulai dari musyawarah
masyarakat sampai dengan pengesahan;
b. maksud dan tujuan;
c. tugas, fungsi dan kewajiban;
d. kepengurusan meliputi pemilihan pengurus, syaratsyarat
pengurus, masa bhakti pengurus, hak dan
kewajiban;
e. keanggotaan meliputi syarat-syarat anggota, hak dan
kewajiban;
f. tata kerja; dan
g. sumber dana.
BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 23
(1) Pembinaan umum penyelenggaraan pemerintahan
kelurahan dan lembaga kemasyarakatan dilakukan oleh
Pemerintah dan Pemerintah Provinsi.(2) Pembinaan . . .
- 11 -
(2) Pembinaan teknis dan pengawasan penyelenggaraan
pemerintahan kelurahan dan lembaga kemasyarakatan
dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dan Camat.
Pasal 24
Pembinaan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
ayat (1) meliputi :
a. memberikan pedoman dan standar pelaksanaan urusan
pemerintahan kelurahan;
b. memberikan pedoman umum administrasi, tata naskah
dinas dan pelaporan;
c. memberikan pedoman tentang bantuan pembiayaan dari
pemerintah, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota
kepada kelurahan;
d. memberikan pedoman dan standar tanda Jabatan,
pakaian dinas dan atribut bagi Lurah dan perangkat
kelurahan;
e. memberikan pedoman pendidikan dan pelatihan;
f. memberikan bimbingan, supervisi dan konsultasi
pelaksanaan pemerintahan kelurahan dan pemberdayaan
lembaga kemasyarakatan;
g. memberikan penghargaan atas prestasi yang
dilaksanakan dalam penyelenggaraan pemerintahan
kelurahan;
h. melakukan pendidikan dan pelatihan tertentu kepada
aparatur pemerintah daerah yang bertugas membina
Pemerintahan kelurahan;
i. memberikan sanksi atas penyimpangan yang dilakukan
oleh lurah dan perangkat kelurahan sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan;
j. melakukan upaya-upaya percepatan atau akselerasi
pembangunan kelurahan;
k. pembinaan lainnya yang diperlukan.
Pasal 25 . . .
- 12 -
Pasal 25
Pembinaan Pemerintah Provinsi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 ayat (1) meliputi :
a. menetapkan bantuan keuangan dari pemerintah provinsi;
b. memfasilitasi penyusunan peraturan daerah
kabupaten/kota;
c. melakukan pengawasan peraturan daerah
kabupaten/kota;
d. memfasilitasi keberadaan kesatuan masyarakat hukum
adat, nilai adat istiadat, lembaga adat beserta hak-hak
tradisionalnya dalam pelaksanaan pemerintahan
kelurahan;
e. memfasilitasi pelaksanaan pedoman administrasi, tata
naskah dinas dan pelaporan;
f. melaksanakan pendidikan dan pelatihan tertentu skala
provinsi;
g. memberikan penghargaan atas prestasi penyelenggaraan
pemerintahan kelurahan tingkat provinsi;
h. melakukan upaya-upaya percepatan atau akselerasi
pembangunan perkotaan skala provinsi.
Pasal 26
Pembinaan teknis dan pengawasan Pemerintah
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat
(2) meliputi :
a. menetapkan pelimpahan tugas Bupati/Walikota kepada
lurah;
b. memberikan pedoman administrasi, tata naskah dinas
dan pelaporan;
c. menetapkan alokasi dana dari APBD;
d. mengawasi pengelolaan keuangan kelurahan dan
pendayagunaan aset daerah yang dikelola oleh kelurahan;
e. melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan
pemerintahan kelurahan;
f. memfasilitasi . . .
- 13 -
f. memfasilitasi keberadaan kesatuan masyarakat hukum
adat, nilai adat istiadat, lembaga adat beserta hak-hak
tradisionalnya dalam pelaksanaan pemerintahan
kelurahan;
g. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi lurah,
perangkat kelurahan dan lembaga kemasyarakatan;
h. menetapkan pakaian dan atribut lainnya bagi lurah, dan
Perangkat Kelurahan;
i. memberikan penghargaan atas prestasi yang
dilaksanakan dalam penyelenggaraan pemerintahan
kelurahan; dan
j. melakukan upaya-upaya percepatan atau akselerasi
pembangunan perkotaan.
Pasal 27
Pembinaan teknis dan pengawasan Camat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) meliputi :
a. memfasilitasi administrasi tata pemerintahan kelurahan;
b. memfasilitasi pengelolaan keuangan kelurahan dan
pendayagunaan aset daerah yang dikelola oleh kelurahan;
c. memfasilitasi penerapan dan penegakan peraturan
perundang-undangan;
d. memfasilitasi pelaksanaan tugas lurah dan perangkat
kelurahan;
e. memfasilitasi upaya penyelenggaraan ketentraman dan
ketertiban umum;
f. memfasilitasi pengembangan lembaga kemasyarakatan;
g. memfasilitasi pembangunan partisipatif;
h. memfasilitasi kerjasama kelurahan dengan pihak ketiga;
dan
i. memfasilitasi pelaksanaan pemberdayaan masyarakat
kelurahan.
BAB IX . . .
- 14 -
BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 28
Khusus untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
karena kedudukannya sebagai Ibukota Negara Republik
Indonesia, pembentukan dan struktur organisasi kelurahan
dan lembaga kemasyarakatan diatur dengan peraturan daerah
provinsi.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 29
Semua peraturan pelaksanaan yang mengatur mengenai
kelurahan dan lembaga kemasyarakatan yang bertentangan
dengan Peraturan Pemerintah ini dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 30
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota atau Peraturan Daerah
Provinsi Khusus Ibu Kota Jakarta sebagai pelaksanaan
Peraturan Pemerintah ini ditetapkan paling lama 1 (satu)
tahun sejak Peraturan Pemerintah ini ditetapkan
Pasal 31
Menteri wajib memfasilitasi pelaksanaan Peraturan Pemerintah
ini.
Pasal 32
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar . . .
- 15 -
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 2005
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 2005
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
HAMID AWALUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 159
Salinan sesuai dengan aslinya
DEPUTI MENTERI SEKRETARIS NEGARA
BIDANG PERUNDANG-UNDANGAN,
ABDUL WAHID
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 73 TAHUN 2005
TENTANG
KELURAHAN
I. UMUM
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2005 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, mengamanatkan pemberian otonomi luas kepada
daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peranserta
masyarakat. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, kepala daerah
dibantu oleh perangkat daerah. Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri
atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis
daerah, kecamatan dan kelurahan. Selain dari pada itu, untuk
meningkatkan pelayanan masyarakat dan melaksanakan fungsi-fungsi
pemerintahan diperkotaan, perlu dibentuk kelurahan untuk mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pembentukan
kelurahan harus mempertimbangkan berbagai syarat seperti syarat
administratif, syarat teknis, dan syarat kewilayahan. Kelurahan dipimpin
oleh lurah dibantu oleh perangkat kelurahan yang dalam pelaksanaan
tugasnya memperoleh pelimpahan dari Bupati/Walikota, selain dari pada
itu lurah mempunyai tugas (1) pelaksanaan kegiatan pemerintahan
kelurahan, (2) pemberdayaan masyarakat, (3) pelayanan masyarakat, (4)
penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum, dan (5)
pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum. Dalam hal
pelimpahan tugas dari Bupati/Walikota kepada Lurah, maka pemerintah
Kabupaten/Kota perlu memverifikasi tugas-tugas yang dilimpahkan secara
proporsional. Pelaksanaan tugas lurah akan terlaksana secara optimal
apabila diikuti dengan pemberian sumber-sumber keuangan yang besarnya
disesuaikan dan diselaraskan dengan pelaksanaan kegiatan pemerintahan
dan tuntutan kebutuhan masyarakat kota.
Untuk kelancaran pelaksanaan tugas lurah, dapat dibentuk lembaga
kemasyarakatan seperti Rukun Tetangga, Rukun Warga, PKK, Karang
Taruna dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat.
Untuk . . .
- 2 -
Untuk mewujudkan tercapainya tujuan penyelenggaraan otonomi daerah,
pemerintah berkewajiban melakukan pembinaan atas penyelenggaraan
pemerintahan daerah termasuk pemerintahan kelurahan. Guna menjamin
penyelenggaraan pemerintahan kelurahan dilaksanakan berjalan sesuai
dengan rencana dan ketentuan yang berlaku maka pemerintah, pemerintah
provinsi, pemerintah kabupaten/kota dan camat melakukan pengawasan.
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “urusan pemerintahan” antara lain
pelaksanaan urusan administrasi pemerintahan dan pengaturan
kehidupan masyarakat yang dilimpahkan kepada lurah.
Yang dimaksud dengan “urusan pembangunan” antara lain
pemberdayaan masyarakat dalam penyediaan sarana prasarana
fasilitas umum, seperti jalan, jembatan, irigasi, pasar sesuai
dengan kewenangan yang dilimpahkan kepada lurah.
Yang dimaksud dengan “urusan kemasyarakatan” antara lain
pemberdayaan masyarakat melalui pembinaan kehidupan sosial
budaya masyarakat seperti bidang kesehatan, pendidikan, sesuai
dengan kewenangan yang dilimpahkan kepada lurah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan kebutuhan kelurahan adalah kondisi
sosial ekonomi dan budaya masyarakat yang memerlukan
peningkatan dan percepatan pelayanan masyarakat. Untuk
mengetahuinya, Pemerintah Kabupaten / Kota terlebih dahulu
melakukan verifikasi.
Yang . . .
- 3 -
Yang dimaksud dengan efisiensi adalah bahwa urusan
pemerintahan yang dilimpahkan dalam penanganannya
dipastikan lebih berdaya guna dan berhasil guna dilaksanakan
oleh kelurahan dibandingkan apabila ditangani oleh perangkat
daerah lainnya. Sedangkan peningkatan akuntabilitas adalah
bahwa urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada
kelurahan lebih langsung/dekat dan berdampak/ berakibat
kepada masyarakat dibandingkan dengan urusan yang ditangani
oleh perangkat daerah lainnya.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “lembaga kemasyarakatan” seperti
Rukun Tetangga, Rukun Warga, Pemberdayaan Kesejahteraan
Keluarga, Karang Taruna, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat
atau sebutan lain.
Ayat (3)
Musyawarah masyarakat dihadiri oleh Wakil-wakil masyarakat
yang terdiri dari Pengurus Lembaga Kemasyarakatan, Pemuka
Masyarakat yang jumlahnya proporsional dari jumlah Kepala
Keluarga yang ada.
Pasal 11 . . .
- 4 -
Pasal 11
Yang dimaksud dengan membantu dalam pelaksanaan pemerintahan,
pembangunan, sosial kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat
adalah membantu dalam pelaksanaan kegiatan pemerintahan
kelurahan, pemberdayaan masyarakat, pelayanan masyarakat,
penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum, pemeliharaan
prasarana dan fasilitas pelayanan umum.
Pasal 12
Huruf a.
Cukup jelas.
Huruf b.
Cukup jelas.
Huruf c.
Cukup jelas.
Huruf d.
Cukup jelas.
Huruf e.
Penumbuhkembangan, penggerakan prakarsa dan partisipasi,
serta swadaya gotong royong masyarakat dilakukan oleh kader
pemberdayaan masyarakat.
Huruf f.
Cukup jelas.
Huruf g.
Cukup jelas.
Huruf h.
Cukup jelas.
Huruf i.
Cukup jelas.
Huruf j.
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15 . . .
- 5 -
Pasal 15
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan sistem manajemen pembangunan
kelurahan yang partisipatif pada ketentuan ini adalah
penyusunan perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan
pemeliharaan serta pengembangan tindak lanjut hasil
pembangunan dilakukan secara partisipatif.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kemauan adalah sesuatu yang mendorong
atau menumbuhkan minat dan sikap seseorang melakukan suatu
kegiatan.
Yang dimaksud dengan kemampuan adalah kesadaran atau
keyakinan pada dirinya bahwa dia mempunyai kemampuan, bisa
berupa pikiran, tenaga/waktu, atau sarana dan material lainnya.
Yang dimaksud dengan Kepedulian adalah sikap atau prilaku
seseorang terhadap hal-hal yang bersifat khusus, pribadi dan
strategis dengan ciri keterkaitan, keinginan dan aksi untuk
melakukan sesuatu kegiatan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Yang dimaksud dengan bersifat konsultatif pada ketentuan ini adalah
bahwa lembaga kemasyarakatan dengan Lurah selalu
mengembangkan prinsip musyawarah dan konsultasi yang intensif
dalam pelaksanaan kegiatan.
Yang . . .
- 6 -
Yang dimaksud dengan bersifat koordinatif pada ketentuan ini adalah
bahwa lembaga kemasyarakatan dengan Lurah selalu
mengembangkan prinsip musyawarah dan koordinasi yang intensif
dalam pelaksanaan kegiatan.
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pihak ketiga” seperti pihak swasta,
perbankan, lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Huruf a.
Cukup jelas.
Huruf b.
Cukup jelas.
Huruf c.
Cukup jelas.
Huruf d.
Cukup jelas.
Huruf e.
Cukup jelas.
Huruf f.
Cukup jelas.
Huruf g.
Cukup jelas.
Huruf h.
Cukup jelas.
Huruf i.
Cukup jelas.
Huruf j . . .
- 7 -
Huruf j.
Yang dimaksud dengan upaya-upaya percepatan atau akselerasi
pembangunan kelurahan seperti penanggulangan kemiskinan,
penanganan bencana, peningkatan ekonomi masyarakat,
peningkatan prasarana perkotaan, pemanfaatan sumber daya
alam dan teknologi tepat guna dan pengembangan sosial budaya.
Pasal 25
Huruf a.
Cukup jelas.
Huruf b.
Cukup jelas.
Huruf c.
Cukup jelas.
Huruf d.
Cukup jelas.
Huruf e.
Cukup jelas.
Huruf f.
Cukup jelas.
Huruf g.
Cukup jelas.
Huruf h.
Yang dimaksud dengan upaya-upaya percepatan atau akselerasi
pembangunan kelurahan seperti penanggulangan kemiskinan,
penanganan bencana, peningkatan ekonomi masyarakat,
peningkatan prasarana perkotaan, pemanfaatan sumber daya
alam dan teknologi tepat guna dan pengembangan sosial budaya
pada skala provinsi.
Pasal 26
Huruf a.
Cukup jelas.
Huruf b.
Cukup jelas.
Huruf c.
Cukup jelas.
Huruf d.
Cukup jelas.
Huruf e.
Cukup jelas.
Huruf f . . .
- 8 -
Huruf f.
Cukup jelas.
Huruf g.
Cukup jelas.
Huruf h.
Cukup jelas.
Huruf i.
Cukup jelas.
Huruf j.
Yang dimaksud dengan upaya-upaya percepatan atau akselerasi
pembangunan kelurahan seperti penanggulangan kemiskinan,
penanganan bencana, peningkatan ekonomi masyarakat,
peningkatan prasarana perkotaan, pemanfaatan sumber daya
alam dan teknologi tepat guna dan pengembangan sosial budaya
pada skala kabupaten/kota.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4588
5. Kelurahan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat
Daerah Kabupaten/Kota dalam wilayah kerja Kecamatan.
6. Lembaga Kemasyarakatan atau sebutan lain adalah lembaga
yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan
dan merupakan mitra lurah dalam memberdayakan
masyarakat.
7. Menteri adalah Menteri Dalam Negeri.
BAB II
PEMBENTUKAN
Pasal 2
(1) Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan.
(2) Pembentukan kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat berupa penggabungan beberapa kelurahan atau
bagian . . .
- 3 -
bagian kelurahan yang bersandingan, atau pemekaran dari
satu kelurahan menjadi dua kelurahan atau lebih.
(3) Pembentukan kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus sekurang-kurangnya memenuhi syarat :
a. jumlah penduduk;
b. luas wilayah;
c. bagian wilayah kerja;
d. sarana dan prasarana pemerintahan.
(4) Kelurahan yang kondisi masyarakat dan wilayahnya tidak
lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dapat dihapus atau digabung.
(5) Pemekaran dari satu kelurahan menjadi dua kelurahan
atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
dilakukan setelah mencapai paling sedikit 5 (lima) tahun
penyelenggaraan pemerintahan kelurahan.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan,
penghapusan dan penggabungan kelurahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat
(5) diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
dengan berpedoman pada Peraturan Menteri.
BAB III
KEDUDUKAN DAN TUGAS
Pasal 3
(1) Kelurahan merupakan perangkat daerah Kabupaten/Kota
yang berkedudukan di wilayah kecamatan.
(2) Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin
oleh Lurah yang berada di bawah dan bertanggungjawab
kepada Bupati/Walikota melalui Camat.
(3) Lurah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat oleh
Bupati/Walikota atas usul Camat dari Pegawai Negeri
Sipil.
(4) Syarat-syarat lurah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi:
a. Pangkat/golongan minimal Penata (III/c).
b. Masa kerja minimal 10 tahun.
c. Kemampuan teknis dibidang administrasi
pemerintahan dan memahami sosial budaya
masyarakat setempat.
Pasal 4 . . .
- 4 -
Pasal 4
(1) Lurah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2)
mempunyai tugas pokok menyelenggarakan urusan
pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.
(2) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Lurah
melaksanakan urusan pemerintahan yang dilimpahkan
oleh Bupati/Walikota.
(3) Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) disesuaikan dengan kebutuhan kelurahan dengan
memperhatikan prinsip efisiensi dan peningkatan
akuntabilitas.
(4) Pelimpahan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) disertai dengan sarana, prasarana,
pembiayaan dan personil.
(5) Pelimpahan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) ditetapkan dalam Peraturan
Bupati/Walikota dengan berpedoman pada Peraturan
Menteri.
Pasal 5
(1) Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4, Lurah mempunyai tugas:
a. pelaksanaan kegiatan pemerintahan kelurahan;
b. pemberdayaan masyarakat;
c. pelayanan masyarakat;
d. penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum;
e. pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan
umum; dan
f. pembinaan lembaga kemasyarakatan.
BAB IV
SUSUNAN ORGANISASI
Pasal 6
(1) Kelurahan terdiri dari Lurah dan perangkat kelurahan
(2) Perangkat kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri dari Sekretaris Kelurahan dan Seksi sebanyakbanyaknya
4 (empat) Seksi serta jabatan fungsional.
(3) Dalam . . .
- 5 -
(3) Dalam melaksanakan tugasnya, Perangkat Kelurahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertanggungjawab
kepada Lurah.
(4) Perangkat Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), diisi dari Pegawai Negeri Sipil yang diangkat oleh
Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota atas usul Camat.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur organisasi dan
tata kerja kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
BAB V
TATA KERJA
Pasal 7
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, lurah melakukan
koordinasi dengan Camat dan instansi vertikal yang berada di
wilayah kerjanya.
Pasal 8
(1) Pimpinan satuan kerja tingkat kelurahan bertanggungjawab
memimpin dan mengkoordinasikan pelaksanaan tugas
pokok dan fungsi masing-masing.
(2) Setiap pimpinan satuan kerja di Kelurahan wajib membina
dan mengawasi bawahannya masing-masing.
BAB VI
KEUANGAN
Pasal 9
(1) Keuangan Kelurahan bersumber dari:
a. APBD Kabupaten/Kota yang dialokasikan sebagaimana
perangkat daerah lainnya;
b. Bantuan Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah
Kabupaten/Kota, dan bantuan pihak ketiga
c. Sumber-sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
(2) Alokasi . . .
- 6 -
(2) Alokasi anggaran Kelurahan yang berasal dari APBD
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a memperhatikan faktor-faktor, sekurangkurangnya:
a. jumlah penduduk;
b. kepadatan penduduk;
c. luas wilayah;
d. kondisi geografis/karakteristik wilayah;
e. jenis dan volume pelayanan; dan
f. besaran pelimpahan tugas yang diberikan.
BAB VII
LEMBAGA KEMASYARAKATAN
Bagian Kesatu
Pembentukan
Pasal 10
(1) Di kelurahan dapat dibentuk lembaga kemasyarakatan.
(2) Pembentukan lembaga kemasyarakatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas prakarsa
masyarakat melalui musyawarah dan mufakat.
Bagian Kedua
Tugas, Fungsi, dan Kewajiban
Pasal 11
Lembaga Kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10 mempunyai tugas membantu lurah dalam pelaksanaan
urusan pemerintahan, pembangunan, sosial kemasyarakatan
dan pemberdayaan masyarakat.
Pasal 12 . . .
- 7 -
Pasal 12
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 lembaga kemasyarakatan mempunyai fungsi:
a. penampungan dan penyaluran aspirasi masyarakat;
b. penanaman dan pemupukan rasa persatuan dan kesatuan
masyarakat dalam kerangka memperkokoh Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
c. peningkatan kualitas dan percepatan pelayanan
pemerintahan kepada masyarakat;
d. penyusun rencana, pelaksana dan pengelola pembangunan
serta pemanfaat, pelestarian dan pengembangan hasil-hasil
pembangunan secara partisipatif;
e. penumbuhkembangan dan penggerak prakarsa dan
partisipasi, serta swadaya gotong royong masyarakat;
f. penggali, pendayagunaan dan pengembangan potensi
sumber daya serta keserasian lingkungan hidup;
g. pengembangan kreatifitas, pencegahan kenakalan,
penyalahgunaan obat terlarang (Narkoba) bagi remaja;
h. pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan keluarga;
i. pemberdayaan dan perlindungan hak politik masyarakat;
dan
j. pendukung media komunikasi, informasi, sosialisasi antara
pemerintah desa/kelurahan dan masyarakat.
Pasal 13
Lembaga kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10 mempunyai kewajiban:
a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila,
melaksanakan Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan
memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
b. menjalin hubungan kemitraan dengan berbagai pihak yang
terkait;
c. mentaati seluruh peraturan perundang-undangan;
d. menjaga etika dan norma dalam kehidupan bermasyarakat;
dan
e. membantu . . .
- 8 -
e. membantu Lurah dalam pelaksanaan kegiatan
pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.
Bagian Ketiga
Kegiatan
Pasal 14
Lembaga kemasyarakatan mempunyai kegiatan:
a. peningkatan pelayanan masyarakat;
b. peningkatan peran serta masyarakat dalam pembangunan;
c. pengembangan kemitraan;
d. pemberdayaan masyarakat meliputi bidang politik,
ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan hidup; dan
e. peningkatan kegiatan lainnya sesuai kebutuhan dan
kondisi masyarakat setempat.
Pasal 15
Pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
dikelola oleh lembaga kemasyarakatan melalui sistem
manajemen pembangunan kelurahan yang partisipatif.
Bagian Keempat
Kepengurusan dan Keanggotaan
Pasal 16
(1) Pengurus lembaga kemasyarakatan dipilih secara
musyawarah dari anggota masyarakat yang mempunyai
kemauan, kemampuan dan kepedulian.
(2) Susunan dan jumlah pengurus disesuaikan dengan
kebutuhan.
Pasal 17 . . .
- 9 -
Pasal 17
(1) Keanggotaan lembaga kemasyarakatan adalah warga
Negara Republik Indonesia, penduduk kelurahan yang
bersangkutan.
(2) Keanggotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disesuaikan dengan bidang lembaga kemasyarakatan.
Bagian Kelima
Tata Kerja
Pasal 18
Tata kerja lembaga kemasyarakatan kelurahan dengan Lurah
bersifat konsultatif dan koordinatif.
Pasal 19
(1) Hubungan kerja antar lembaga kemasyarakatan bersifat
koordinatif dan konsultatif.
(2) Hubungan kerja lembaga kemasyarakatan dengan pihak
ketiga bersifat kemitraan.
Bagian Keenam
Pendanaan
Pasal 20
Sumber pendanaan lembaga kemasyarakatan dapat diperoleh
dari :
a. Swadaya masyarakat;
b. Bantuan dari Anggaran Pemerintah Kelurahan;
c. Bantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi,
Pemerintah Kabupaten/Kota; dan/atau
d. Bantuan lainnya yang sah dan tidak mengikat.
Pasal 21 . . .
- 10 -
Pasal 21
(1) Departemen, Lembaga Non Departemen, Dinas, Badan,
Lembaga Teknis Daerah dan Kantor yang mempunyai
kegiatan dibidang pemberdayaan masyarakat di
kelurahan dapat menggunakan lembaga kemasyarakatan.
(2) Pelaksanaan kegiatan dibidang pemberdayaan
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui sistem manajemen pembangunan
kelurahan.
Pasal 22
(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai Lembaga
Kemasyarakatan di Kelurahan diatur dengan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sekurang-kurangnya memuat :
a. mekanisme pembentukan mulai dari musyawarah
masyarakat sampai dengan pengesahan;
b. maksud dan tujuan;
c. tugas, fungsi dan kewajiban;
d. kepengurusan meliputi pemilihan pengurus, syaratsyarat
pengurus, masa bhakti pengurus, hak dan
kewajiban;
e. keanggotaan meliputi syarat-syarat anggota, hak dan
kewajiban;
f. tata kerja; dan
g. sumber dana.
BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 23
(1) Pembinaan umum penyelenggaraan pemerintahan
kelurahan dan lembaga kemasyarakatan dilakukan oleh
Pemerintah dan Pemerintah Provinsi.(2) Pembinaan . . .
- 11 -
(2) Pembinaan teknis dan pengawasan penyelenggaraan
pemerintahan kelurahan dan lembaga kemasyarakatan
dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dan Camat.
Pasal 24
Pembinaan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
ayat (1) meliputi :
a. memberikan pedoman dan standar pelaksanaan urusan
pemerintahan kelurahan;
b. memberikan pedoman umum administrasi, tata naskah
dinas dan pelaporan;
c. memberikan pedoman tentang bantuan pembiayaan dari
pemerintah, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota
kepada kelurahan;
d. memberikan pedoman dan standar tanda Jabatan,
pakaian dinas dan atribut bagi Lurah dan perangkat
kelurahan;
e. memberikan pedoman pendidikan dan pelatihan;
f. memberikan bimbingan, supervisi dan konsultasi
pelaksanaan pemerintahan kelurahan dan pemberdayaan
lembaga kemasyarakatan;
g. memberikan penghargaan atas prestasi yang
dilaksanakan dalam penyelenggaraan pemerintahan
kelurahan;
h. melakukan pendidikan dan pelatihan tertentu kepada
aparatur pemerintah daerah yang bertugas membina
Pemerintahan kelurahan;
i. memberikan sanksi atas penyimpangan yang dilakukan
oleh lurah dan perangkat kelurahan sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan;
j. melakukan upaya-upaya percepatan atau akselerasi
pembangunan kelurahan;
k. pembinaan lainnya yang diperlukan.
Pasal 25 . . .
- 12 -
Pasal 25
Pembinaan Pemerintah Provinsi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 ayat (1) meliputi :
a. menetapkan bantuan keuangan dari pemerintah provinsi;
b. memfasilitasi penyusunan peraturan daerah
kabupaten/kota;
c. melakukan pengawasan peraturan daerah
kabupaten/kota;
d. memfasilitasi keberadaan kesatuan masyarakat hukum
adat, nilai adat istiadat, lembaga adat beserta hak-hak
tradisionalnya dalam pelaksanaan pemerintahan
kelurahan;
e. memfasilitasi pelaksanaan pedoman administrasi, tata
naskah dinas dan pelaporan;
f. melaksanakan pendidikan dan pelatihan tertentu skala
provinsi;
g. memberikan penghargaan atas prestasi penyelenggaraan
pemerintahan kelurahan tingkat provinsi;
h. melakukan upaya-upaya percepatan atau akselerasi
pembangunan perkotaan skala provinsi.
Pasal 26
Pembinaan teknis dan pengawasan Pemerintah
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat
(2) meliputi :
a. menetapkan pelimpahan tugas Bupati/Walikota kepada
lurah;
b. memberikan pedoman administrasi, tata naskah dinas
dan pelaporan;
c. menetapkan alokasi dana dari APBD;
d. mengawasi pengelolaan keuangan kelurahan dan
pendayagunaan aset daerah yang dikelola oleh kelurahan;
e. melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan
pemerintahan kelurahan;
f. memfasilitasi . . .
- 13 -
f. memfasilitasi keberadaan kesatuan masyarakat hukum
adat, nilai adat istiadat, lembaga adat beserta hak-hak
tradisionalnya dalam pelaksanaan pemerintahan
kelurahan;
g. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi lurah,
perangkat kelurahan dan lembaga kemasyarakatan;
h. menetapkan pakaian dan atribut lainnya bagi lurah, dan
Perangkat Kelurahan;
i. memberikan penghargaan atas prestasi yang
dilaksanakan dalam penyelenggaraan pemerintahan
kelurahan; dan
j. melakukan upaya-upaya percepatan atau akselerasi
pembangunan perkotaan.
Pasal 27
Pembinaan teknis dan pengawasan Camat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) meliputi :
a. memfasilitasi administrasi tata pemerintahan kelurahan;
b. memfasilitasi pengelolaan keuangan kelurahan dan
pendayagunaan aset daerah yang dikelola oleh kelurahan;
c. memfasilitasi penerapan dan penegakan peraturan
perundang-undangan;
d. memfasilitasi pelaksanaan tugas lurah dan perangkat
kelurahan;
e. memfasilitasi upaya penyelenggaraan ketentraman dan
ketertiban umum;
f. memfasilitasi pengembangan lembaga kemasyarakatan;
g. memfasilitasi pembangunan partisipatif;
h. memfasilitasi kerjasama kelurahan dengan pihak ketiga;
dan
i. memfasilitasi pelaksanaan pemberdayaan masyarakat
kelurahan.
BAB IX . . .
- 14 -
BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 28
Khusus untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
karena kedudukannya sebagai Ibukota Negara Republik
Indonesia, pembentukan dan struktur organisasi kelurahan
dan lembaga kemasyarakatan diatur dengan peraturan daerah
provinsi.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 29
Semua peraturan pelaksanaan yang mengatur mengenai
kelurahan dan lembaga kemasyarakatan yang bertentangan
dengan Peraturan Pemerintah ini dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 30
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota atau Peraturan Daerah
Provinsi Khusus Ibu Kota Jakarta sebagai pelaksanaan
Peraturan Pemerintah ini ditetapkan paling lama 1 (satu)
tahun sejak Peraturan Pemerintah ini ditetapkan
Pasal 31
Menteri wajib memfasilitasi pelaksanaan Peraturan Pemerintah
ini.
Pasal 32
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar . . .
- 15 -
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 2005
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 2005
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
HAMID AWALUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 159
Salinan sesuai dengan aslinya
DEPUTI MENTERI SEKRETARIS NEGARA
BIDANG PERUNDANG-UNDANGAN,
ABDUL WAHID
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 73 TAHUN 2005
TENTANG
KELURAHAN
I. UMUM
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2005 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, mengamanatkan pemberian otonomi luas kepada
daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peranserta
masyarakat. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, kepala daerah
dibantu oleh perangkat daerah. Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri
atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis
daerah, kecamatan dan kelurahan. Selain dari pada itu, untuk
meningkatkan pelayanan masyarakat dan melaksanakan fungsi-fungsi
pemerintahan diperkotaan, perlu dibentuk kelurahan untuk mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pembentukan
kelurahan harus mempertimbangkan berbagai syarat seperti syarat
administratif, syarat teknis, dan syarat kewilayahan. Kelurahan dipimpin
oleh lurah dibantu oleh perangkat kelurahan yang dalam pelaksanaan
tugasnya memperoleh pelimpahan dari Bupati/Walikota, selain dari pada
itu lurah mempunyai tugas (1) pelaksanaan kegiatan pemerintahan
kelurahan, (2) pemberdayaan masyarakat, (3) pelayanan masyarakat, (4)
penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum, dan (5)
pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum. Dalam hal
pelimpahan tugas dari Bupati/Walikota kepada Lurah, maka pemerintah
Kabupaten/Kota perlu memverifikasi tugas-tugas yang dilimpahkan secara
proporsional. Pelaksanaan tugas lurah akan terlaksana secara optimal
apabila diikuti dengan pemberian sumber-sumber keuangan yang besarnya
disesuaikan dan diselaraskan dengan pelaksanaan kegiatan pemerintahan
dan tuntutan kebutuhan masyarakat kota.
Untuk kelancaran pelaksanaan tugas lurah, dapat dibentuk lembaga
kemasyarakatan seperti Rukun Tetangga, Rukun Warga, PKK, Karang
Taruna dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat.
Untuk . . .
- 2 -
Untuk mewujudkan tercapainya tujuan penyelenggaraan otonomi daerah,
pemerintah berkewajiban melakukan pembinaan atas penyelenggaraan
pemerintahan daerah termasuk pemerintahan kelurahan. Guna menjamin
penyelenggaraan pemerintahan kelurahan dilaksanakan berjalan sesuai
dengan rencana dan ketentuan yang berlaku maka pemerintah, pemerintah
provinsi, pemerintah kabupaten/kota dan camat melakukan pengawasan.
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “urusan pemerintahan” antara lain
pelaksanaan urusan administrasi pemerintahan dan pengaturan
kehidupan masyarakat yang dilimpahkan kepada lurah.
Yang dimaksud dengan “urusan pembangunan” antara lain
pemberdayaan masyarakat dalam penyediaan sarana prasarana
fasilitas umum, seperti jalan, jembatan, irigasi, pasar sesuai
dengan kewenangan yang dilimpahkan kepada lurah.
Yang dimaksud dengan “urusan kemasyarakatan” antara lain
pemberdayaan masyarakat melalui pembinaan kehidupan sosial
budaya masyarakat seperti bidang kesehatan, pendidikan, sesuai
dengan kewenangan yang dilimpahkan kepada lurah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan kebutuhan kelurahan adalah kondisi
sosial ekonomi dan budaya masyarakat yang memerlukan
peningkatan dan percepatan pelayanan masyarakat. Untuk
mengetahuinya, Pemerintah Kabupaten / Kota terlebih dahulu
melakukan verifikasi.
Yang . . .
- 3 -
Yang dimaksud dengan efisiensi adalah bahwa urusan
pemerintahan yang dilimpahkan dalam penanganannya
dipastikan lebih berdaya guna dan berhasil guna dilaksanakan
oleh kelurahan dibandingkan apabila ditangani oleh perangkat
daerah lainnya. Sedangkan peningkatan akuntabilitas adalah
bahwa urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada
kelurahan lebih langsung/dekat dan berdampak/ berakibat
kepada masyarakat dibandingkan dengan urusan yang ditangani
oleh perangkat daerah lainnya.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “lembaga kemasyarakatan” seperti
Rukun Tetangga, Rukun Warga, Pemberdayaan Kesejahteraan
Keluarga, Karang Taruna, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat
atau sebutan lain.
Ayat (3)
Musyawarah masyarakat dihadiri oleh Wakil-wakil masyarakat
yang terdiri dari Pengurus Lembaga Kemasyarakatan, Pemuka
Masyarakat yang jumlahnya proporsional dari jumlah Kepala
Keluarga yang ada.
Pasal 11 . . .
- 4 -
Pasal 11
Yang dimaksud dengan membantu dalam pelaksanaan pemerintahan,
pembangunan, sosial kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat
adalah membantu dalam pelaksanaan kegiatan pemerintahan
kelurahan, pemberdayaan masyarakat, pelayanan masyarakat,
penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum, pemeliharaan
prasarana dan fasilitas pelayanan umum.
Pasal 12
Huruf a.
Cukup jelas.
Huruf b.
Cukup jelas.
Huruf c.
Cukup jelas.
Huruf d.
Cukup jelas.
Huruf e.
Penumbuhkembangan, penggerakan prakarsa dan partisipasi,
serta swadaya gotong royong masyarakat dilakukan oleh kader
pemberdayaan masyarakat.
Huruf f.
Cukup jelas.
Huruf g.
Cukup jelas.
Huruf h.
Cukup jelas.
Huruf i.
Cukup jelas.
Huruf j.
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15 . . .
- 5 -
Pasal 15
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan sistem manajemen pembangunan
kelurahan yang partisipatif pada ketentuan ini adalah
penyusunan perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan
pemeliharaan serta pengembangan tindak lanjut hasil
pembangunan dilakukan secara partisipatif.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kemauan adalah sesuatu yang mendorong
atau menumbuhkan minat dan sikap seseorang melakukan suatu
kegiatan.
Yang dimaksud dengan kemampuan adalah kesadaran atau
keyakinan pada dirinya bahwa dia mempunyai kemampuan, bisa
berupa pikiran, tenaga/waktu, atau sarana dan material lainnya.
Yang dimaksud dengan Kepedulian adalah sikap atau prilaku
seseorang terhadap hal-hal yang bersifat khusus, pribadi dan
strategis dengan ciri keterkaitan, keinginan dan aksi untuk
melakukan sesuatu kegiatan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Yang dimaksud dengan bersifat konsultatif pada ketentuan ini adalah
bahwa lembaga kemasyarakatan dengan Lurah selalu
mengembangkan prinsip musyawarah dan konsultasi yang intensif
dalam pelaksanaan kegiatan.
Yang . . .
- 6 -
Yang dimaksud dengan bersifat koordinatif pada ketentuan ini adalah
bahwa lembaga kemasyarakatan dengan Lurah selalu
mengembangkan prinsip musyawarah dan koordinasi yang intensif
dalam pelaksanaan kegiatan.
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pihak ketiga” seperti pihak swasta,
perbankan, lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Huruf a.
Cukup jelas.
Huruf b.
Cukup jelas.
Huruf c.
Cukup jelas.
Huruf d.
Cukup jelas.
Huruf e.
Cukup jelas.
Huruf f.
Cukup jelas.
Huruf g.
Cukup jelas.
Huruf h.
Cukup jelas.
Huruf i.
Cukup jelas.
Huruf j . . .
- 7 -
Huruf j.
Yang dimaksud dengan upaya-upaya percepatan atau akselerasi
pembangunan kelurahan seperti penanggulangan kemiskinan,
penanganan bencana, peningkatan ekonomi masyarakat,
peningkatan prasarana perkotaan, pemanfaatan sumber daya
alam dan teknologi tepat guna dan pengembangan sosial budaya.
Pasal 25
Huruf a.
Cukup jelas.
Huruf b.
Cukup jelas.
Huruf c.
Cukup jelas.
Huruf d.
Cukup jelas.
Huruf e.
Cukup jelas.
Huruf f.
Cukup jelas.
Huruf g.
Cukup jelas.
Huruf h.
Yang dimaksud dengan upaya-upaya percepatan atau akselerasi
pembangunan kelurahan seperti penanggulangan kemiskinan,
penanganan bencana, peningkatan ekonomi masyarakat,
peningkatan prasarana perkotaan, pemanfaatan sumber daya
alam dan teknologi tepat guna dan pengembangan sosial budaya
pada skala provinsi.
Pasal 26
Huruf a.
Cukup jelas.
Huruf b.
Cukup jelas.
Huruf c.
Cukup jelas.
Huruf d.
Cukup jelas.
Huruf e.
Cukup jelas.
Huruf f . . .
- 8 -
Huruf f.
Cukup jelas.
Huruf g.
Cukup jelas.
Huruf h.
Cukup jelas.
Huruf i.
Cukup jelas.
Huruf j.
Yang dimaksud dengan upaya-upaya percepatan atau akselerasi
pembangunan kelurahan seperti penanggulangan kemiskinan,
penanganan bencana, peningkatan ekonomi masyarakat,
peningkatan prasarana perkotaan, pemanfaatan sumber daya
alam dan teknologi tepat guna dan pengembangan sosial budaya
pada skala kabupaten/kota.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4588
maksh atas shernya n' mohon izin ngopy untuk dijadikan bahan referensi...mks
BalasHapusBravo LPM. terima kasih banyak atas informasi yang sangat berguna.
BalasHapusSaya sebagai anggota LPM, kalau ada data tentang LPM-LPM di seluruh Indonesia yang telah memiliki PERDA. Mohon di Input di BLOGSPOT ini untuk memacu Semangat Juang teman-teman LPM di daerah dan juga membuka hati nurani para pejabat-pejabat di daerah masing2 untuk segera mem PERDA kan LPM demi terciptanya =====> Mitra kerja Pemerintah dalam memberdayakan masyarakat menuju terwujudnya masyarakat yang berdaya dan mandiri.
Tlong di blogspot.com ini acuan2 ttg lpm ,tupoksi lpm,uu yg mengatur lpm ,pp ,dan kepemahaman kades, terhadap lpm ,serta kemitraannya dg kades sedesa yg ada di Indonesia ini. Sudah ada semua diblogspot, tetapi lebih diupayakan lagi ttg kesadaran masyarakat dan kades diindonesia.
BalasHapusMe urut undang undang di atas, LPM itu keberadaannya hanya di tingkat kelurahan ato
BalasHapusSecata hirarky sampai ketingkat kota ?
Mohon pencerahan
Hal inilah yang juga menjadi pertanyaan saya, selama ini yang saya fahami keberadaan LPM di atas desa/kelurahan hanya berdasarkan AD/ART organisasi,dalam konsideran SK Pengesahan Kepengurusan LPM, yang saya jumpai, seluruh dasar hukum yang dikutip belum secara spesifik mengatur kedudukan LPM kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan nadional.
HapusJika pemahaman saya ini tidak tepat karena mungkin keterbatasan pengetahuan saya, mohon kiranya ada masukan yang lebih komprehensif.Terimakasih.
Salam pemberdayaan.
Mohon maaf sebelumnya, apakah blogspot ini masih aktif atau bagaimana,
BalasHapusKemana tempat bertanya bagi daerah yg memiliki polemik mengenai aturan dasar hukum DPC, DPD Kab/Kota, DPD Provinsi maupun Nasional. Apakah lembaga ini hanya berdasarkan dekalasi Bandung 2010. Kalau LPM Desa / Kelurahan sudah sangat jelas diatur dalam Permendagri No. 18 Tahun 2018 / aturan terbaru.
Mohon pencerahannya. Terimakasih